Program Satu Data Indonesia dan NTB Satu Data : Peluang dan Tantangan.

Provinsi NTB merupakan salah satu provinsi yang berpotensi untuk menjadi percontohan (best practice) dalam mendorong perbaikan tata kelola pemerintahan yang terbuka, partisipatif, akuntable dan berkelanjutan. hal ini diungkapkan saat gelaran diskusi yang diadakan oleh SOMASI NTB bertempat di Hotel Santika Mataram, Selasa 29 Oktober 2019 dengan tema “Implementasi Satu Data Dan Tata Kelola Sektor Energi Dan Sumber Daya Alam Di Provinsi NTB”.  Acara diskusi dibuka oleh  direktur Publish What You Pay Indonesia  (PWYP) Ibu Maryati Abdullah. Beliau menyampaikan apresiasi yang tinggi terhadap apa yang telah dilakukan sejauh ini oleh pemerintah provinsi NTB terkait dengan keterbukaan informasi publik dengan program NTB satu data-nya. “Momentum kebijakan satu data di tingkat nasional dan pentingnya mengawal implementasi Perda Pertambangan NTB yang baru, Sosialisasi kebijakan, mengembangkan diskursus publik serta melakukan penguatan kembali komitmen dan kolaborasi strategis dengan pemangku kepentingan dalam mendorong dan mengembangkan keterbukaan tata kelola pemerintahan merupakan hal-hal yang menjadi tujuan diadakannya diskusi kita hari ini”, kata ibu Mary diawal sambutannya.

“Kami berkeinginan untuk melakukan ‘promoting’ bagaimana sistem informasi data dan keterbukaan tata kelola pemerintahan di NTB itu didorong dalam bentuk kolaborasi yang lebih baik dalam mendorong pemerintahan yang lebih terbuka’, Kata Ibu Maryati Abdullah lebih lanjut dihadapan para peserta diskusi yang dihadiri oleh beberapa unsur  OPD terkait di NTB seperti Bappeda NTB, Dinas Kominfotik, Dinas ESDM, Dinas PM-PTSP, kalangan Akademisi, LSM, insan Pers serta perwakilan Mahasiswa di kota Mataram.

Mewakili unsur pemerintah provinsi NTB, hadir sebagai narasumber yaitu pak Gde Putu Aryadi Kepala Dinas Kominfotik NTB yang menyampaikan pemaparan dengan tema Satu Data NTB: Pelaksanaan dan tantangannya dan Pak M. Husni Kepala Dinas ESDM NTB yang menyampaikan tema tentang Perda Pertambangan dan Perbaikan Tata Kelola Sektor Pertambangan di NTB.  Sementara dari unsur non pemerintah hadir sebagai narasumber antara lain Pak Edi Widarto dari Sekretariat Exctractive Industries Trancparancy Initiative Indonesia (EITI Indonesia)  menyampaikan tentang Satu Data Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral Melalui Inisitif EITI, Sementara Ibu Maryati Abdullah sebagai koordinator Publish What You Pay (PWYP) Indonesia mengulas tentang Open Government dan Kolaborasi Multi-Pihak dalam Tata Kelola Satu Data dan panelis terakhir Dwi Ariesanto direktur SOMASI NTB yang berbicara tentang Partisipasi dan Peran Masyarakat dalam Akses Informasi dan Tata Kelola Sektor Sumber Daya Alam.

Usai sesi pemaparan oleh panelis, berkembang diskusi lebih lanjut berupa masukan, kritik dan saran dari audience yang  terutama menyoroti tentang masih adanya persoalan dalam akses informasi publik di sektor pertambangan. Mengutip dari buku Ringkasan Eksekutif Laporan Kaji Cepat yang dikeluarkan oleh SOMASI NTB dan PWYP Indonesia terungkap tentang praktek keterbukaan informasi publik di bidang perizinan pertambangan di Provinsi NTB memang dinilai masih lemah.

Senada juga dengan yang mengemuka dalam sesi diskusi dan tanya jawab. Muncul beberapa masukan dan harapan yang disampaikan oleh peserta diskusi diantaranya datang dari kalangan akademisi, kelompok masyarkat pemerhati tambang, Mahasiswa dan kalangan LSM. Dwi Sudarsono dari yayasan SAMANTHA menyoroti tentang pentingnya kualitas data yang disediakan OPD yang dianggapnya sampai saat ini masih belum maksimal.  Perwakilan dari akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas menyoroti sektor industri ekstraktif sebagai sektor yang masih sarat dengan ketertutupan. “Meski gelombang transparansi di sektor ini telah berdampak pada pembukaan data dan informasi penerimaan, nyatanya data dan informasi terkait perizinan masih sulit didapatkan. Padahal UU KIP secara eksplisit telah menyebutkan bahwa dokumen kontrak dan perizinan adalah informasi terbuka. Tapi masih banyak yang berasumsi bahwa dokumen kontrak dan perizinan adalah dokumen rahasia”, keluhnya.

Jumhur asal Desa Sekotong  mengkritisi tentang betapa masih sulitnya masyarakat mendapatkan akses data dan informasi dari OPD padahal undang-undang keterbukaan informasi sudah lama ada. “Tapi kalau perusahaan yang minta data cepat sekali dilayani”, keluhnya. “Semoga adanya program Satu Data ini nantinya akses masyarakat bisa lebih baik lagi mendapatkan data dan informasi,” harapnya.

Dalam kesempatan yang sama, perwakilan dari  Komisi Informasi NTB menyampaikan masukan terkait kinerja keterbukaan informasi publik di Provinsi NTB yang tergolong masih rendah. “Berdasarkan hasil evaluasi KI Provinsi NTB di tahun 2018, rata-rata nilai pelaksanaan keterbukaan informasi publik oleh badan publik di provinsi NTB hanya 46.96 yakni berada pada kualifikasi ‘tidak informatif’. Meski demikian, nilai ini mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2017 dengan nilai 37,64. Padahal Provinsi NTB pernah meraih peringkat pertama penghargaan keterbukaan informasi yang diselenggarakan oleh Komisi Informasi Publik (KIP) tingkat nasional tahun 2014 lalu”, Ujarnya.

“Keberhasilan pelaksanaan Keterbukaan Informasi Publik (KIP) di NTB sedikit banyak masih bergantung pada individu, yakni PPID. Meski PPID sendiri seringkali dianggap sebagai tugas tambahan. Sementara sistem belum terbangun secara solid. Perlu diidentifikasi local champion yang berkomitmen mendorong inovasi keterbukaan, termasuk terkait perizinan pertambangan”, tutupnya.

Acara ditutup dengan penandatanganan deklarasi komitmen tentang dukungan terhadap program satu data dan keterbukaan informasi publik serta penyerahan cenderamata oleh Maryati Abdullah kepada seluruh panelis. (Ramli/BP-RLUGGp).