PROSES DAN PROGRES REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

B. Sri Ratna Setiawati, S.T., M.Eng.

(Fungsional Perencana Ahli Muda, Bappeda Provinsi NTB)

Implementasi Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2009-2029 telah berlangsung selama lebih dari 10 (sepuluh) tahun. Banyak manfaat yang telah dirasakan dari RTRW Provinsi NTB dalam mengarahkan pemanfaatan dan pengendalian ruang untuk lokasi pembangunan, namun tidak sedikit hambatan/masalah yang dihadapi, terutama dalam mendukung aktivitas investasi guna percepatan pengembangan ekonomi masyarakat dan perekonomian wilayah. 

Seiring berjalannya waktu, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja implementasi RTRW Provinsi NTB antara lain: perubahan peraturan perundang-undangan, adanya kebijakan pembangunan nasional dan regional, terjadinya dinamika pembangunan ekonomi dan tuntutan kebutuhan masyarakat. Faktor-faktor tersebut menjadi dasar pertimbangan perlunya dilakukan perubahan terhadap Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat (RTRW NTB) Tahun 2009-2029.

Rangkaian Revisi Peraturan Daerah tentang RTRW Provinsi NTB telah berlangsung dalam waktu yang cukup lama dan melalui proses yang sangat panjang. Bulan Februari sampai dengan Juli 2017, telah dilakukan proses Peninjauan Kembali (review) terhadap pelaksanaan RTRW Provinsi NTB, hasilnya berupa RTRW Provinsi NTB perlu “direvisi”. Hasil penilaian oleh Kementerian ATR/BPN pada tahun 2017 dinyatakan bahwa Perda Nomor 3 Tahun 2010 tentang RTRW Provinsi NTB tahun 2009-2029, perlu “dicabut”, karena perubahan substansi materi lebih dari 20%.

Bulan Agustus 2017 sampai dengan Oktober 2020, telah dilakukan penyusunan materi teknis, naskah akademis, rancangan perda perubahan RTRW, album peta, konsultasi substansi RTRW serta pra lintas sektor bersama Kementerian ATR/BPN dan kementerian terkait lainnya. Bulan November 2020, terbit Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) yang mengamanatkan bahwa Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) wajib diintegrasikan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi.

Bulan Desember 2020 sampai dengan November 2022 dilakukan proses pengintegrasian antara RZWP3K (ruang laut) ke dalam RTRW (ruang darat) sesuai amanat UUCK dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. Bersamaan dengan hal tersebut, juga penyesuaian materi teknis, naskah akademis, rancangan perda RTRW, album peta dengan aturan-aturan terbaru baik ruang darat maupun ruang laut, termasuk melengkapi seluruh persyaratan terbaru untuk pembahasan lintas sektor di Kementerian ATR/BPN antara lain: persetujuan teknis dari Menteri Kelautan Dan Perikanan, validasi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) RTRW integrasi dari Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan, rekomendasi peta dasar terbaru dari Badan Informasi Geospasial (BIG), sinkronisasi muatan substansi antara RTRW provinsi dengan RTRW kabupaten/kota, harmonisasi Raperda RTRW dengan Kanwil Kementerian Hukum dan HAM serta pembahasan Forum Penataan Ruang (FPR) provinsi. Diharapkan Revisi Perda RTRW Provinsi NTB dapat ditetapkan pada tahun 2023. Progres dan target optimis percepatan penetapan Perda RTRW Provinsi NTB dapat dilihat pada bagan berikut:

Gambar 1. Progres dan Target Optimis Percepatan Penetapan Perda RTRW Provinsi NTB

Penetapan Perda RTRW Provinsi NTB dilakukan melalui 2 mekanisme, yaitu mekanisme Permohonan Persetujuan Substansi ke Kementerian ATR/BPN dengan melengkapi seluruh persyaratan yang melibatkan beberapa Kementerian/Lembaga, antara lain Persetujuan Teknis dari Menteri Kelautan dan Perikanan, Rekomendasi Peta Dasar dari Badan Informasi Geospasial (BIG), Rekomendasi Validasi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta persyaratan lainnya sesuai amanat Peraturan Menteri ATR/Ka.BPN Nomor 11 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penyusunan, Peninjauan Kembali, Revisi, dan Penerbitan Persetujuan Substansi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten, Kota, dan Rencana Detail Tata Ruang. Setelah Persetujuan Substansi dari Menteri ATR/BPN terbit, mekanisme berikutnya adalah Evaluasi Raperda RTRW ke Kementerian Dalam Negeri dengan melengkapi seluruh persyaratan pengajuan evaluasi raperda sesuai amanat dalam Permendagri Nomor 13 Tahun 2016 tentang Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Daerah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan berikut:

Gambar 2. Kementerian/Lembaga Pengampu dalam Rangkaian Proses Revisi RTRWP NTB

Tujuan penataan ruang wilayah Provinsi NTB dalam Revisi Perda RTRW Provinsi NTB adalah “mewujudkan ruang wilayah darat dan laut provinsi yang maju dan lestari melalui pengelolaan dan perlindungan sumber daya alam yang memperhatikan dukung lingkungan dan mitigasi bencana guna pengembangan kawasan unggulan agribisnis, pariwisata dan industri yang berdaya saing”.

Revisi Perda RTRW Provinsi NTB secara substantif terjadi pada tiga komponen utama tata ruang yaitu: struktur ruang, pola ruang, dan kawasan strategis baik Kawasan Strategis Nasional (KSN) maupun Kawasan Strategis Provinsi (KSP).

Perubahan penting yang terjadi pada struktur ruang meliputi:

  1. Sistem perkotaan tidak ada lagi yang masuk ketegori “dipromosikan” (PKWp/Pusat Kegiatan Wilayah promosi, berubah menjadi PKL/Pusat Kegiatan Lokal) dan PKL diarahkan paling sedikit mencakup 3 kecamatan;
  2. Sistem jaringan utama, terutama transportasi mengakomodir kebijakan dan proyek nasional;
  3. Sistem jaringan prasarana lainnya, berupa energi, telekomunikasi dan sumber daya air (bendungan) mengakomodir kebijakan dan proyek nasional.

Gambar 3. Perubahan Rencana Struktur Ruang RTRW Provinsi NTB

Perubahan penting yang terjadi pada pola ruang, antara lain: 

  1. Pada kawasan lindung, meliputi: perubahan fungsi dan status sebagian kecil kawasan hutan lindung menjadi hutan produksi, pelepasan sebagian kecil kawasan hutan produksi menjadi kawasan peruntukan industri, kawasan konservasi di laut berupa suaka dan taman berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kawasan pencadangan konservasi di laut yang ditetapkan oleh gubernur untuk diajukan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai kawasan konservasi, serta kawasan rawan bencana dipertimbangkan dalam setiap aspek perencanaan;
  2. Pada kawasan budidaya antara lain: penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B), ploting kawasan peruntukan pertambangan berdasarkan Wilayah Usaha Pertambangan (WUP), Wilayah Usaha Pertambangan Khusus (WUPK) dan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), kawasan pembangkitan tenaga listrik pada PLTD, PLTGU, dan PLTMGU yang merupakan bagian dari kawasan pertambangan dan energi, pengembangan Kawasan Peruntukan Industri (KPI) dan kawasan peruntukan permukiman, kawasan pergaraman berdasarkan masterplan sentra pergaraman Provinsi NTB dan arahan dari Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2019 tentang Rencana Ruang Laut, serta kawasan transportasi yang berada pada Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan (DLKR) dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan Laut (DLKP), Wilayah Kerja Operasional Pelabuhan Perikanan (WKOPP), dan area bandar udara.

Gambar 4. Perubahan Rencana Pola Ruang RTRW Provinsi NTB

Perubahan penting yang terjadi pada kawasan strategis di Provinsi NTB, meliputi:

  1. Kawasan Strategis Nasional (KSN), antara lain: Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, kawasan taman nasional komodo, dan kawasan perbatasan laut lepas, serta Kawasan Strategis Nasional Tertentu (KSNT), yakni penetapan KSNT Gili Sepatang.
  2. Kawasan Strategis Provinsi (KSP), yang terdiri dari:
    • KSP dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi, antara lain: penggabungan KSP Mataram Raya dan Senggigi Tiga Gili, KSP Poto Tano dan Alas UtJan, penghapusan KSP Agropolitan Sakra, Sikur Masbagik (Rasimas), KSP Agropolitan Manggalewa, perluasan KSP Samota, Teluk Cempi, serta Kawasan Industri Terpadu Maluk Sumbawa Barat untuk mendorong pengembangan ekonomi wilayah;
    • KSP dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan antara lain: penghapusan KSP Pulau Sangiang karena merupakan kawasan hutan lindung yang masuk kewenangan nasional.

Gambar 5. Kawasan Strategis Provinsi (KSP) dalam Revisi RTRW Provinsi NTB

Berdasarkan uraian di atas, untuk menserasikan dan mensinergikan penataan ruang wilayah dengan pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil, perlu dilakukan optimalisasi perencanaan, penataan dan pemanfaatan ruang secara terpadu dan berkesinambungan antara ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan dengan mempertimbangkan kewajiban untuk mengalokasikan ruang dan akses masyarakat dalam pemanfaatan ruang perairan serta sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil.

Optimalisasi kegiatan perencanaan dan penataan ruang tersebut dilakukan melalui penyusunan Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Nusa Tenggara Barat, yang dituangkan dalam bentuk Peraturan Daerah, agar dapat menjadi acuan dalam pelaksanaan program-program pembangunan di daerah sesuai daya dukung dan daya tampung ruang serta dapat mendorong percepatan perkembangan masyarakat secara tertib, teratur dan terencana.