Denmark, Belajar Bagaimana Mengelola dan Memproduksi Energi Hijau

Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) NTB, Dr. Ir. H. Iswandi, M.Si., bersama Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dan Sekretaris Dinas Energi dan Sumber dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendampingi Wakil Gubernur NTB., Dr. Ir. Hj. Sitti Rohmi Djalilah, M.Pd., yang memimpin delegasi Provinsi NTB mengunjungi Negara Denmark. Tidak sendiri, Pemerintah Daerah NTB berangkat bersama dengan beberapa instansi lainnya, seperti; PLN Wilayah NTB, Pemerintah Daerah Provinsi Kepulauan Riau, Kementerian (LHK), Kementerian (ESDM), serta staf Kedutaan Besar Denmark di Jakarta. Dibiayai oleh Pemerintahan Denmark, kunjungan ini merupakan bagian dari Program Sustainable Island Initiative (SII) antara Pemerintah Denmark dengan Indonesia.

“Pemerintah Denmark tidak sedang salah mengundang” ujar Julmansyah, S.Hut., M.A.P, Kepala Dinas LHK NTB dalam tulisan di sosial medianya. Hal ini make sense, karena NTB di era kepemimpinan Zul-Rohmi mengusung banyak program unggulan, dua diantaranya Zero waste dan NTB Hijau. Mendapatkan konsentrasi penuh dari Wakil Gubernur NTB, tidak heran tahun ini, di akhir Otober NTB mendapatkan penghargaan dari Dewan Energi Nasional sebagai Provinsi Terbaik dalam penyelenggaraan Energi Baru Terbarukan (EBT). Ditambah kesamaan kondisi geografis sebagai wilayah kepulauan. Maka sangat tepat NTB belajar Negara Denmark khususnya Pulau Samso dan Bornholm, bagaimana mengelola dan menghasilkan energi hijau atau yang juga biasa disebut energi baru terbarukan.

Cukup intens menulis di media sosial pribadinya, Julmansyah berbagi cerita, bagaimana awal mula Denmark mulai mengelola dan memproduksi energi hijau. Krisis minyak bumi dunia tahun 1970 yang membuat Pemerintah Denmark menghadapi kesulitan energi. Juga momentum KTT Kyoto for UNFCCC tentang Perubahan Iklim 1997 (Protokol Kyoto). Denmark mulai menyiapkan proses transisi energi dari energi hitam (fosil/batubara minyak bumi) ke energi bersih, energi hijau – energi baru terbarukan. Hal ini penting karena krisis energi diprediksi akan membuat gejolak sosial dan ekonomi bahkan pertahanan.

Iswandi menyampaikan, dua diantara banyak pulau di Denmark yang dikunjungi oleh rombongan adalah Pulau Samso dan Bornhelm. Dikawal oleh The Energy Academy Samso Island, paling tidak tiga transformasi system energi dan pembangunan berkelanjutan yang dilakukan di Pulau ini, yaitu; mengganti penggunaan batubara, minyak dan bensin dengan sumber energi baru terbarukan, mobil lokal menggunakan energi listrik, dan kapal ferry menggunakan biogas yang diproduksi oleh penduduk lokal.

Saat ini, Pulau Samsø telah menghasilkan sekitar 140% listrik jauh melebihi kebutuhannya, sehingga kelebihannya dapat diekspor ke daratan lain di Denmark. Sekitar 70% kebutuhan minyak bumi untuk kebutuhan air panas warga sudah digantikan oleh kayu (woodchips), jerami dan surya. Menurut julmansyah dalam tulisannya.

Sementara itu di Pulau Bornholm dengan BOFA sebagai perusahaan yang mengawal, mengambil peran untuk memimpin transisi hijau pada sektor persampahan. Oleh karena itu tidak heran jika saat ini Bornholm merupakan ikon pulau di Denmark dan Eropa Utara sebagai pulau hijau, menjadi model dan contoh bahwa visi hijau bisa menjadi kenyataan. Bornholm merupakan ikon pulau di Denmark dan Eropa Utara sebagai pulau hijau, menjadi model dan contoh bahwa visi hijau bisa menjadi kenyataan

Iswandi menyatakan, bahwa target tahun 2032 yaitu semua sampah di Bornholm diperlakukan sebagai sumber daya, hal ini dicapai dengan: melibatkan semua masyarakat, mengubah sampah organik menjadi energi melalui composting atau biogasifikasi, menggunakan kembali peralatan rumah tangga, melatih anak-anak menjadi “pahlawan sumber daya” melalui praktik kerja terkait sampah, dan wisatawan juga dilibatkan menjadi pemain aktif yang mendukung kampanye bebas sampah di Bornholm.

“Bagi NTB ini pelajaran sangat menarik seperti yang disampaikan Wakil Gubernur Dr. Ir. Hj. Siti Rohmi Djalilah ketika bertemu Wali Kota Samsø Marcel Meiter di Energy Academy” tulis Julmansyah. Menurutnya bauran energi NTB saat ini baru 19% namun sudah diatas rata-rata nasional, sementara itu di Pulau Samsø sudah mencapai 70%. “Hal ini terjadi karena Denmark sudah bekerja serius sejak 25 tahun lalu. Artinya upaya pemerintah provinsi NTB untuk mendorong EBT sudah on the track, melalui NTB Zero waste. Apalagi PLN telah mulai cofiring di dua PLTU nya yakni PLTU Jeranjang dan PLTU Kertasari KSB”, ujarnya.

Selanjutnya Kepala Bappeda NTB menambahkan “Apa yang kita lihat di Samso dan Bornhol, memang sudah sejalan dengan sasaran dan prioritas pembangunan daerah dalam rencana kerja kita tahun depan”. Mengusung prinsip pembangunan berkelanjutan,  NTB di dalam dokumen Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) nya tahun 2023 yang telah ditetapkan dalam Peraturan Gubernur No.65 tahun 2022 mengadopsi paling tidak empat pendekatan pembangunan ramah lingkungan. Pertama pembangunan rendah karbon, lalu pengembangan ekonomi hijau, kemudian pembangunan ekonomi biru dan terakhir pembangunan ekonimi sirkular.  “Pembangunan akan menciptakan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, penanggulangan kemiskinan, dan penurunan gas rumah kaca” ujarnya. Menurut Iswandi, terkait energi hijau, paling tidak terdapat dua upaya yang dilakukan oleh Provinsi NTB, yaitu pengembangan energi baru terbarukan melalui pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH), Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) serta substitusi bahan bakar fosil ke biogas dan efisiensi energi, dan pengelolaan sampah dan air limbah domestik, meliputi pembangunan dan operasional TPAR Kebon Kongok, TPS Terpadu 3R (composting dan daur ulang sampah) serta pembangunan IPAL.

#NTBGEMILANG
#NTBTangguhDanMantap
#NTBBersihDanMelayani
#NTBSehatDanCerdas
#NTBAsriDanLestari
#NTBSejahteraDanMandiri
#NTBAmanDanBerkah