Diseminasi Pengunaan DBH CHT terkait terbitnya PMK Nomor 72 Tahun 2024

Syamsul Hidayat, S.Pt., Fungsional Perencana Ahli Muda Bappeda NTB mengikuti kegiatan Diseminasi Penggunaan DBH CHT berdasarkan PMK terbaru yaitu PMK No.72 Tahun 2024 sebagai pengganti dari PMK No.125 Tahun 2021 melalui zoom meeting, Jumat, 1 November 2024.

Sembari menunggu PMK Nomor 72 Tahun 2024 tentang Penggunaan DBHCHT yang masih dalam proses diundangkan, maka Kementerian Kuangan RI Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan diseminisi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72 Tahun 2024 yang nantinya akan dirujuk dalam penyusunan Recana Kerja dan Penganggaran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau Daerah. Untuk memudahkan koordinasi dan sikronisasi pelaksanaan DBH CHT sebagai implementasi PMK Nomor 72 dimaksud, Pemerintah daerah diminta segera menunjuk/menetapkan Koordinator diwilayahnya masing-masing.

Secara umum proporsi penggunaan DBHCHT tidak mengalami perubahan, yaitu Bidang Kesejahteraan Masyakat sebesar 50%, Bidang Penegakan Hukum 10% dan Bidang Kesehatan sebesar 40%, dengan alokasi biaya operasional pendukung maksimal sebesar 10% dari anggaran kegiatan. Sementara  kegiatan prioritas berdasarkan kebutuhan  daerah pada regulasi sebelumnya dapat dialokasikan maksimal 40%, pada PMK 72 ini sudah tidak diperkenankan untuk dianggarkan. Adapun alokasi anggaran yang dapat dialihkan apabila ketersediaan anggaran melebihi kebutuhan (pengaturan fleksibilitas) antara lain :

1.Bidang Penegakan Hukum sebesar 10%, dapat dialihkan ke kegiatan pada Bidang   Kesejahteraan Masyarakat dan Kegiatan di Bidang Kesehatan.

2.Bidang Kesejahteraan Masyarakat sebesar 20% (kegiatan pemberian bantuan), dapat pula dialihkan ke kegiatan di Bidang Kesehatan, Kegiatan Lain di Bidang Kesejahteraan Masyarakat dan Kegiatan Pendukung Pengelolaan DBH CHT.

Sementara anggaran DBH CHT yang tidak dapat dialihkan penggunaanya ke program lainnya yaitu:

1.Bidang Kesejahteraan Masyarakat sebesar 20%, berupa program peningkatan kualitas bahan baku, program pembinaan industri dan program pembinaan lingkungan sosial pada kegiatan peningkatan keterampilan kerja dan

2.Kegiatan Bidang Kesehatan sebesar 40%, pada program pembinaan pembinaan lingkungan sosial antara lain ; pelayanan kesehatan baik kegiatan promotif/preventif maupun kuratif/rehabilitatif, penyediaan/peningkatan sarana/prasarana fasilitas kesehatan, penyediaan/peningkatan sarana/prasarana fasilitas sanitasi, pengelolaan limbah dan air bersih pada fasilitas kesehatan, pembayaran iuran jaminan kesehatan penduduk yang didaftarkan oleh pemerintah daerah termasuk pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja, pelatihan tenaga kesehatan dan/atau tenaga administratif pada fasilitas kesehatan serta pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan peran kader.

Selanjutnya diatur pula pada PMK 72 bagi daerah dengan alokasi anggaran dibawah Rp. 100 juta, penggunaan DBH CHT dapat disesuaikan dengan bidang-bidang yang ada namun dengan proporsi yang dapat disesuaikan berdasarkan kebutuhan daerah.

Adapun perubahan yang terjadi pada masing-masing bidang dapat disampaikan sebagai berikut. Pada Bidang Kesejahteraan Masyarakat (earmarked maksimal 50%), hanya mengalami perubahan pada program Pembinaan Lingkungan Sosial yaitu pada kegiatan Pemberian Bantuan berupa pembayaran iuran jaminan perlindungan sosial ketenakerjaan serta kegiatan Peningkatan Keterampilan Kerja yaitu bantuan bibit/benih/pupuk dan atau sarana dan prasarana pertanian kepada anggota masyarakat lainnya termasuk petani cengkeh dan buruh tani cengkeh. Kedua kegiatan tersebut ditujukan kepada Buruh Tani Tembakau, Buruh Pabrik Rokok termasuk yang terkena pemutusan hubungan kerja dan/atau anggota masyarakat lainnya termasuk petani cengkeh dan buruh tani cengkeh.

Program Pembinaan Lingkungan Sosial pada bidang Kesehatan (earmarked minimal 40%) terfokus hanya pada fasilitas kesehatan dengan penambahan layanan kesehatan baik promotif/preventif maupun kuratif/rehabilitatif kegiatan penurunan angka prevalensi merokok.

Sementara pada Bidang Penegakan Hukum (earmarked maksimal 10%) mengalami perubahan hanya pada program Pembinaan Industri yang semulanya terfokus pada pembangunan Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) berubah menjadi kegiatan pengawasan kepemilikan mesin pelinting sigaret. Seluruh program dan kegiatan pada bidang Penegakkan Hukum secara detail akan dikoordinasikan dan dibahas nantinya bersama Kementerian Keuangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Dalam PMK 72 tahun 2024, termuat Sanksi bagi daerah yang tidak menyampaikan laporan realisasi penggunaan DBH CHT dan RKP serta tidak memenuhi kesesuaian proporsi alokasi anggaran DBH CHT untuk masing-masing bidang berupa penundaan penyaluran pada periode yang bersangkutan sampai dengan tanggal 15 November tahun berajalan serta penghentian penyaluran apabila setelah tanggal 15 November tidak dapat dialokasikan kembali program/kegiatan sesuai dengn proporsi masing-masing Bidang.