Dalam rangka penyusunan Rancangan teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah nasional (RPJMN) 2025-2029 Bidang Kesetaraan Gender. Hari ini (21/3) Bappeda NTB memfasilitasi Bappenas RI melaksanakan Focus Group Discussion (FGD) dengan mengundang berbagai stakeholder baik pemerintah daerah, akademisi, maupun NGO, kegiatan ini berlangsung di Ruang Rapat Geopark Bappeda NTB.
Menyampaikan sambutan, Dr. Ir. H. Iswandi, M.Si katakan bahwa diantara 17 arah atau tujuan pembangunan dalam RPJPN 2025-2045, kesetaraan gender termasuk kedalam arah pembangunan ke-14. Diukur oleh tiga indeks, sayangnya dua diantaranya yaitu Indeks Ketimpangan Gender (IKG) dan Indeks Pemberdayaan Gender (IPG) NTB masih dibawah rata-rata nasional.
“Perempuan di NTB sudah berperan dalam posisi-posisi strategis, seperti kepala Dinas (eselon 2), ketua DPRD, hingga Bupati dan Wakil Bupati, namun ketimpangan gender masih tinggi di NTB, sehingga perlu dilakukan upaya-upaya pada sektor lainnya agar mengurangi ketimpanga,” ujarnya
Setelahnya, Raden Rara Rita Erawati, S.H.,LLM selaku Direktur Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda, dan Olahraga Kementerian PPN/Bappenas menjelaskan bahwa ketimpangan gender yang masih tinggi merupakan salah satu penghambat dalam pembangunan inklusif.
“Hal ini ditandai dengan lima hal, yaitu; Rendahnya rekognisi terhadap pekerjaan pengasuhan/perawatan tak berbayar, tingginya kekerasan berbasis gender, stagnasi tingkat partisipasi Angkatan kerja perempuan, rendahnya representasi perempuan dalam jabatan strategis dan pengambilan keputusan, dan masih tertinggalnya perempuan dalam berbagai aspek kehidupan,” jelasnya.
Oleh karena itu secara nasional, arah kebijakan RPJPN 2025-2045 untuk penguatan pengarusutamaan gender (PUG) dan inklusi sosial adalah, penguatan tata kelola penyelenggaraan PUG dan inklusi sosial dalam proses pembangunan secara komprehensif, penguatan kebijakan afirmasi untuk mengakselerasi kesetaraan gender dan mengurangi kesenjangan kelompok rentan melalui peningkatan kepemimpinan perempuan, pemberdayaan perempuan di ekonomi, dan penjaminan akses layanan dasar yang inklusif, dan penguatan lingkungan strategis untuk pelaksanaan PUG dan inklusi sosial yang efektif dan berkelanjutan, termasuk pengelolaan pengetahuan, peningkatan transparansi dan akuntabilitas, pengembangan mekanise insentif, dan pelibatan vibrant community.
Oleh karena itu, menurutnya FGD kali ini bertujuan untuk penajaman kembali terhadap draf yang sudah disusun tersebut, utamanya pada isu strategis, permasalahan, sasaran, arah kebijakan, strategi, indikator kinerja, target, serta kerangka kelembagaan dan kerangka regulasi.
“Kami juga ingin mengetahui praktik baik provinsi ddalam mewujudkan kesetaraan gender, konteks lokal jadi salah satu kunci keberhasilan implementasi dan keberlanjutan kebijakan, pungkasnya menutup paparan.