Mataram, 18 September 2025 – Bappeda Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mendorong penguatan kolaborasi dengan perguruan tinggi dalam rangka implementasi Sistem Informasi Desa (SID) sebagai bagian dari upaya akselerasi program unggulan Desa Berdaya. Forum yang dihadiri oleh perangkat daerah terkait dan kepala desa se-kabupaten/kota di NTB secara daring ini menjadi ajang silaturahmi dan sinergi lintas sektor dalam memperkuat pelaksanaan pembangunan berbasis desa.
Dalam sambutannya, Kepala Bappeda Provinsi NTB, Doktor Iswandi menegaskan pentingnya kolaborasi strategis antara pemerintah daerah dan institusi pendidikan tinggi. Hal ini dinilai krusial dalam mewujudkan salah satu program unggulan Gubernur NTB yang tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029, yakni Desa Berdaya.
“Program Desa Berdaya adalah pendekatan mikro yang bertujuan mengatasi persoalan pembangunan di tingkat desa, termasuk pengentasan kemiskinan ekstrem,” ungkapnya. Program ini akan dilaksanakan melalui dua pendekatan: Desa Berdaya Tematik dan Desa Berdaya Transformatif.
Salah satu tema utama dalam Desa Berdaya Tematik adalah “Desa Dia Cantik”, yang menitikberatkan pada penguatan kapasitas data statistik desa melalui pemanfaatan SID. Program ini bertujuan membangun sistem data yang akurat, terintegrasi, dan berkelanjutan guna mendukung perencanaan pembangunan berbasis bukti.
“Salah satu alasan kami memilih SID adalah karena bersifat open source, sehingga mudah diakses dan digunakan oleh desa. Selain itu, implementasinya juga mendapatkan pendampingan berkelanjutan dari mitra seperti SKALA,” jelasnya.
Berdasarkan data evaluasi terakhir, dari 106 desa yang telah dipantau, 45 desa telah mengimplementasikan SID secara aktif, 47 desa memiliki SID namun tidak diperbarui, dan 5 desa belum memilikinya sama sekali. Pemerintah provinsi pun menetapkan target ambisius: dalam lima tahun ke depan, seluruh 1.166 desa dan kelurahan di NTB diharapkan sudah menerapkan SID sebagai instrumen integrasi data.
Untuk mempercepat realisasi program ini, Pemprov NTB akan menjalin kerja sama dengan sejumlah perguruan tinggi untuk melibatkan mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) dalam proses pendampingan dan implementasi SID di desa-desa.
“Kami berharap kabupaten/kota dapat mendukung langkah ini, terutama di desa-desa yang masih tergolong miskin ekstrem. Mahasiswa KKN akan menjadi penggerak awal dalam digitalisasi desa melalui SID,” tegasnya.
Ke depan, seluruh proses pembangunan dan intervensi program Desa Berdaya akan dimonitor secara daring melalui dashboard yang disiapkan di ruang pimpinan provinsi. Sistem ini memungkinkan pemantauan harian atas capaian dan progres pembangunan desa di seluruh wilayah NTB.
Doktor Iswandi juga meminta peran aktif dari Dinas Kominfotik, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD), serta Bappeda kabupaten/kota untuk memastikan kesiapan lapangan sebelum pelaksanaan KKN mahasiswa. Diharapkan, langkah ini mampu menciptakan sinergi dari tingkat desa hingga provinsi untuk mewujudkan pembangunan yang tepat sasaran dan berkelanjutan.
Program Desa Berdaya, melalui tema “Desa Dia Cantik” dan pemanfaatan SID, diharapkan menjadi motor penggerak dalam membangun desa yang mandiri, data-driven, dan tangguh menghadapi tantangan pembangunan.
Pada kesempatan yang sama Mitra pembangunan dari Program SKALA (Kolaborasi Australia-Indonesia untuk Tata Kelola yang Adaptif dan Inklusif), Ridho, menegaskan pentingnya pendekatan kolaboratif dalam mendukung pelaksanaan program Desa Berdaya di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).
Ridho menyatakan bahwa apa yang dibahas hari ini merupakan langkah awal merintis kerja kolaboratif lintas pihak untuk memperkuat salah satu pilar utama Desa Berdaya, yakni sistem pengelolaan data desa. Menurutnya, terdapat tiga kebutuhan strategis agar pelaksanaan program berjalan efektif, yaitu: desa harus memiliki data yang lengkap, sistem pelaksanaan program harus transparan dan akuntabel, serta pemerintah daerah memerlukan media yang mampu memantau pelaksanaan program secara efisien.
“Sistem Informasi Desa menjawab ketiga kebutuhan ini,” ujar Ridho. “Terutama karena SID memiliki fitur peta spasial yang memungkinkan setiap lokasi dan kelompok sasaran program Desa Berdaya bisa ditandai secara akurat.”
Selain sebagai pendukung program Desa Berdaya, penguatan SID juga dianggap penting sebagai instrumen utama perencanaan dan tata kelola desa berbasis bukti. Dalam praktiknya, pengembangan SID memerlukan pendampingan yang intensif — hal yang menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah provinsi karena keterbatasan jangkauan ke seluruh desa, terutama yang berada di daerah terpencil.
Namun demikian, tantangan tersebut bisa diatasi dengan menjalin kemitraan dengan perguruan tinggi. Melalui program Kuliah Kerja Nyata (KKN), mahasiswa dapat ditempatkan di desa-desa untuk mendampingi proses implementasi SID secara langsung.
“Jika kolaborasi ini berhasil di 106 desa sebagai proyek percontohan, maka pendekatan ini bisa direplikasi ke lebih dari seribu desa lainnya di seluruh Indonesia,” tambah Ridho.
Langkah strategis ini dinilai penting tidak hanya untuk mendukung suksesnya program Desa Berdaya, tapi juga dalam membangun ekosistem data desa yang kuat, transparan, dan partisipatif dalam jangka panjang.