Pemprov NTB dan SKALA Gelar Lokakarya Posyandu Inklusif Dukung Penerapan SPM

Bappeda Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) bekerja sama dengan program SKALA menyelenggarakan Lokakarya Pembahasan dan Pemetaan Layanan Posyandu Inklusif (New Posyandu) sebagai bagian dari upaya mendukung penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) di daerah. Kegiatan ini bertujuan memperkuat pemenuhan hak dasar masyarakat melalui layanan Posyandu yang lebih inklusif dan selaras dengan ketentuan terbaru Permendagri Nomor 13 Tahun 2024. Mengundang Perangkat Daerah terkait lingkup Pemerintah Provinsi NTB, Tim Pembina Posyandu serta Mitra terkait, bertempat di Hotel Prime Park Mataram. Selasa 6 Mei 2025.

Kepala Bidang Pemerintahan dan Pembangunan Manusia Bappeda NTB, H. Huailid, S.Sos., M.Si., Dalam sambutannya, menegaskan bahwa SPM merupakan wujud nyata kehadiran negara dalam menjamin hak dasar warga, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018. SPM mencakup enam bidang utama pelayanan dasar, termasuk kesehatan, yang menjadi bagian penting dalam fungsi Posyandu.

Posyandu sebagai lembaga kemasyarakatan desa kini dituntut berkembang menjadi pusat layanan terpadu, tidak hanya di bidang kesehatan, tetapi juga layanan dasar lainnya yang inklusif. Di NTB, kebijakan Posyandu Keluarga telah lebih dulu diterapkan secara menyeluruh, namun kini diarahkan untuk bertransformasi menjadi Posyandu Inklusif yang sesuai dengan visi-misi gubernur terpilih dan akan tertuang dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

Lokakarya ini memiliki empat tujuan utama: mengeksplorasi konsep Posyandu Inklusif berbasis SPM, menyusun pedoman awal layanan Posyandu Inklusif, merumuskan konsep “NTB Inklusif” dalam RPJMD, serta menyelaraskan makna tersebut dengan dokumen perencanaan di tingkat Organisasi Perangkat Daerah (OPD).

Diharapkan, kegiatan ini menghasilkan rumusan awal konsep layanan Posyandu Inklusif, serta masukan teknis yang memperkuat integrasi antara dokumen RPJMD 2025–2029 dan rencana strategis OPD dalam pelayanan dasar yang inklusif. Forum ini dinilai sebagai langkah awal penting untuk mewujudkan pelayanan dasar yang merata dan adil bagi seluruh lapisan masyarakat di NTB.

Pada kesempatan yang sama Kepala Bappeda Provinsi NTB, Dr. Ir. H. Iswandi, M.Si., menyoroti masih belum optimalnya pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal (SPM) di berbagai sektor, khususnya pendidikan, kesehatan, sosial, hingga ketahanan masyarakat.

Menurutnya, meskipun laporan dari sektor-sektor seperti pendidikan sering menunjukkan capaian SPM yang tinggi, kenyataannya masih terdapat banyak anak yang tidak sekolah (ATS) dan terjadi praktik pernikahan usia anak. “Ini membuktikan bahwa SPM belum sepenuhnya terpenuhi secara kualitas. Program wajib belajar 13 tahun harus ditegakkan, mulai dari pendidikan usia dini hingga tamat SMA,” ujarnya.

Ia menekankan bahwa transformasi Posyandu menjadi lembaga kemasyarakatan desa sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 13 Tahun 2024, bukan sekadar tempat pelayanan kesehatan dasar, melainkan instrumen strategis untuk mempercepat pemenuhan layanan dasar di tingkat desa. Posyandu model baru ini diharapkan mampu memastikan tidak ada anak yang putus sekolah, semua warga memiliki BPJS, dan kelompok rentan seperti penyandang disabilitas serta lansia mendapatkan perlindungan negara.

Dalam bidang kesehatan, target utama adalah pencapaian cakupan jaminan Kesehatan. Semua warga desa wajib memiliki BPJS, baik mandiri, dibiayai pemerintah, maupun oleh perusahaan. Di sisi lain, pelayanan sosial harus mampu menjangkau seluruh warga miskin ekstrem, sementara sektor permukiman menekankan pemenuhan sanitasi, air bersih, dan kebersihan lingkungan.

Lebih lanjut, Kepala Bappeda juga menyoroti pentingnya mitigasi bencana di desa dan upaya pencegahan terhadap berbagai gangguan ketertiban seperti judi online, narkoba, dan pinjaman online ilegal. Ia menekankan bahwa transformasi ini harus diikuti oleh peran aktif seluruh elemen, dari gubernur hingga kepala desa, dengan struktur Posyandu yang tidak tumpang tindih dengan organisasi lain seperti PKK.

“Ini adalah ajaran mulia yang seharusnya diamalkan, bukan sekadar program. Pemerintah harus hadir memastikan tidak ada yang tertinggal. Transformasi Posyandu menjadi New Posyandu bukan hanya perubahan nama, tetapi perubahan peran dan tanggung jawab untuk menjamin hak dasar warga di tingkat paling bawah,” tutupnya.