Mataram- Bappeda NTB bersama Dewan Kebudayaan Daerah (DKD) Provinsi NTB menggelar kegiatan “Dialog Kebudayaan” di Taman Budaya NTB (1/7). Dihadiri langsung oleh Menteri Kebudayaan, fadli Zon dan pentahelix terkait lainnnya. Prof. Dr. Abdul Wahid, M.Ag., M.Pd. selaku ketua DKD NTB sekaligus panitia dalam pembukaanya sampaikan bahwa kegiatan hari ini diharapkan mampu menkonsolidasi berbagai pikiran besar tentang kebudayaan untuk mendukung laju pembangunan. Untuk mewujudkannya, menurutnya masih banyak tantangan, seperti; ketimpangan akses, sumberdaya, minimnya pemberdayaan, krisis identitas budaya.
“Oleh karena itu, dialog hari ini akan membicarakan semua itu. Bagaimaana mengembangkan dan mengonstruksi kembali gagasan-gagasan besar dan esensial di seputar pemajuan dan pengembangan kebudayaan daerah untuk kemajuan Nusa Tenggara Barat” ujarnya.
Selanjutnya, terkait pentingnya Kebudayaan, Fadli Zon Menteri Kebudayaan RI menyampaikan kuatnya komitmen Presiden Prabowo Subianto menjadikan budaya sebagai pondasi pembangunan bangsa. Merupakan kunjungan pertamanya selaku Menteri, menurutnya koleksi warisan budaya di NTB luar biasa banyak sehingga membutuhkan dukungan penanganan.

Oleh karena itu ke depan Kementerian kebudayaan akan menginisiasi berdirinya Balai Pelestarian Kebudayaan sendiri sebagai wadah untuk mengelola warisan budaya tak benda seperti manuskrip, lontar, kain-kain, keramik.
“Juga akan merevitalisasi museum agar bisa menampung koleksi dan menghidupkan narasi” tambahnya.
Selaras dengan Menteri Kebudayaan, sebelumnya Didik Darmanto dari Direktorat Agama, Pendidikan dan Kebudayaan KemenPPN/Bappenas juga sampaikan dalam paparannya bahwa di dalam arah kebijakan RPJPD, ketahanan budaya merupakan salah satu landasan pembangunan untuk mencapai transformasi sosial, ekonomi dan tata kelola.
Dimana untuk mengukurnya, di dalam RPJPN telah ditetapkan Indeks Pemajuan Kebudayaan (IPK). Tidak terlalu buruk, IPK NTB sebesar 57,37 tepat berada di atas rata-rata nasional. Terdiri dari 7 dimensi, NTB perlu mendorong dua dimensi pembentuk IPKnya yang masih di bawah rata-rata nasional, yaitu warisan budaya dan ketahanan sosial mudaya. Selanjutnya terkait ini, Didik harapkan agar Provinsi juga memikirkan bagaimana menurunkan IPK ini ke tingkat Kabupaten dan kota.
“Perlu dicari proxy di Kabupaten/Kota yang menggambarkan dukungan untuk mencapai setiap dimensi dari pembentuk IPK Provinsi” ujarnya.
Menjelaskan lebih detail, selanjutnya Kepala Bappeda NTB sampaikan makna dari setiap dimensi pembentuk IPK khususnya budaya literasi. Mengalami peningkatan sejak tahun 2021 hingga 2023. Budaya literasi dibentuk dari tiga indikator, yaitu; 1) Persentase penduduk usia 10 tahun ke atas yang membaca selain kitab suci baik cetak maupun elektronik dalam satu minggu, 2) Persentase penduduk berumur 10 tahun ke atas yang mengakses internet dalam tiga bulan terakhir, dan 3) Persentase penduduk usia 10 tahun ke atas yang mengunjungi perpustakaan/memanfaatkan taman bacaan Masyarakat.
Menutup paparannya, Kepala Bappeda NTB sampaikan bahwa suksesnya transformasi pembangunan dapat terjadi karena pendekatan sosial budaya. Oleh karena itu NTB perlu memperkuat kebudayaannya sebagai modal sosial untuk mengakselerasi peningkatan produktifitas dan kesejahteraan. Upaya mempertahankan dan memperkuat tradisi harus berdampak pada peningkatan produktifitas dan kesejahteraan.
