B. Sri Ratna Setiawati, S.T., M.Eng.
(Fungsional Perencana Ahli Muda, Bappeda Provinsi NTB)
Ruang sebagai sumber daya pembangunan lokal, merupakan input alternatif yang permanen dan selalu tersedia di suatu wilayah. Fokus perencanaan dan pembangunan ruang yakni mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif, berkelanjutan, dan berkeadilan, salah satunya dengan mengurangi pengucilan spasial dan kemiskinan. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu produk perencanaan tata ruang yang mengemban visi dan misi wilayah untuk mengetahui akan dibawa kemana pembangunan di Provinsi NTB agar tidak salah arah dan informasi. Melalui RTRW segala kepentingan diakomodir, baik perubahan peraturan perundang-undangan, perubahan kebijakan pembangunan nasional dan regional, terjadinya dinamika inter dan antar wilayah, termasuk dinamika pembangunan ekonomi dan tuntutan kebutuhan masyarakat. Hal ini menjadikan RTRW sebagai pintu gerbang terbaik bagi investasi menuju Provinsi NTB yang adil, makmur, dan sejahtera.
Tak ayal, pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan yakni Revisi Perda RTRW Provinsi NTB yang saat ini sedang dilakukan, mengingat Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota tidak bisa berbuat apa-apa jika Revisi Perda RTRW belum disahkan. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) akan menurun jika tidak ada pembangunan baru, sementara para investor juga menunggu Revisi Perda RTRW selesai. Oleh karena itu Revisi Perda RTRW mutlak dikebut penyelesaiannya. Setelah selesai lalu disosialisasikan kepada investor, pengembang, pelaku usaha, serta masyarakat sehingga pembangunan dapat terlaksana tanpa melanggar aturan tata ruang. Dengan adanya pembangunan, baik di sektor perdagangan dan jasa, industri, pariwisata, pertanian, peternakan, perikanan, pertambangan dan energi, serta sektor lainnya, akan meningkatkan PDRB, diikuti penurunan angka pengangguran, ekonomi masuk dan pendapatan meningkat. Peningkatan pendapatan ini secara tidak langsung dapat menurunkan angka kemiskinan, khususnya di Provinsi NTB.
Pernyataan “tata ruang (spasial) tidak dapat mengentaskan kemiskinan dan suatu wilayah dikatakan tumbuh dan berkembang apabila ada pembangunan infrastruktur (fisik)” hanyalah sebuah MITOS karena FAKTA yang ada menunjukkan bahwa tata ruang (spasial) dapat mengentaskan kemiskinan melalui hubungan antara ranah spasial dan aspasial. Aspek penentu pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah tidak hanya melalui pembangunan infrastruktur (fisik) semata, tetapi juga dapat didorong melalui pembangunan ekonomi dan sosial. Misalnya pembangunan jalan untuk membuka daerah terisolir yang kaya hasil pertanian/ perkebunan, secara riil berpengaruh pada peningkatan perekonomian penduduk dan wilayah, penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang berfungsi sosial, ekonomi, dan ekologis merupakan fasilitas umum multifungsi yang dapat menjadi ruang interaksi sosial masyarakat dan membantu meningkatkan indeks kebahagiaan, peningkatan kualitas sanitasi sangat berpengaruh pada kesehatan lingkungan dan masyarakat, serta pemerataan fasilitas-fasilitas ekonomi terutama pada daerah-daerah pedesaan untuk mengurangi fragmentasi.
Gambar 1. Aspek Penentu Pertumbuhan dan Perkembangan Suatu Wilayah
Kolaborasi antara spasial dan aspasial dapat dilakukan dengan cara memaduserasikan penataan ruang dengan program anti kemiskinan untuk mereduksi jumlah penduduk miskin serta pengaturan kembali pola dan struktur ruang berkeadilaan yang pro poor ditujukan untuk mewujudkan ruang anti pengucilan spasial dan kemiskinan, antara lain mengatur lokasi pusat perekonomian dimana yang ideal, merencanakan sarana dan prasarana dasar apa saja yang seharusnya disediakan, serta fasilitas umum dan fasilitas sosial apa saja yang dibutuhkan.
Pendekatan pengembangan wilayah Provinsi NTB difokuskan pada konektivitas wilayah untuk pemerataan (pengembangan sistem jaringan transportasi utama), pengurangan resiko bencana (perencanaan adaptif dan tanggap bencana), pemulihan dan pelestarian kawasan lindung, pemanfaatan kegiatan budidaya di darat dan di laut secara selektif dan ramah lingkungan, koordinasi dan kerjasama antar wilayah dalam hal pembagian peran, serta pelibatan sektor-sektor informal yang sudah ada di dalam masyarakat. Peran serta masyarakat dalam penyusunan perencanaan juga diberikan peluang yang besar sesuai amanat Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 26 bahwa penyelenggaraan ruang dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan masyarakat, Permendagri No. 66 Tahun 2007 tentang Pembangunan Partisipatif, yaitu suatu sistem pengelolaan pembangunan di desa yang dilakukan bersama-sama secara musyawarah, mufakat dan gotong royong yang merupakan cara hidup masyarakat Indonesia, Strategi Pembangunan Nasional dalam RPJMN Tahun 2020-2024, pembangunan manusia dan masyarakat menuju manusia Indonesia seutuhnya, sehat fisik, cerdas berfikir, dan memiliki mental positif, progresif dan konstruktif, serta Peraturan Daerah No. 2 tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2019 tentang RPJMD Provinsi NTB Tahun 2019-2023 yang di dalamnya memuat Visi untuk membangun NTB yang Gemilang, melalui 6 Misi, yaitu NTB tangguh dan mantap, NTB bersih dan melayani, NTB sehat dan cerdas, NTB asri dan lestari, NTB sejahtera dan mandiri, serta NTB aman dan berkah.
Contoh perencanaan partisipatif yang mengakomodir permasalahan di masyarakat antara lain permasalahan air bersih/air minum dapat dipecahkan apabila masyarakat terbuka dan jujur dalam memberikan data dan informasi, penanggulangan kawasan permukiman kumuh dapat diatasi apabila intervensi yang dilakukan bukan hanya perbaikan/penataan fisik, namun juga dibarengi dengan pembenahan sosial dan ekonomi, sanitasi yang baik dapat terwujud apabila masyarakat secara sadar turut menjaga, memelihara, dan mengelola sarana dan prasarana yang disediakan, serta melibatkan masyarakat dalam rangkaian pelaksanaan tata ruang dan mengenalkan rencana struktur dan pola ruang, karena sudah saatnya masyarakat sadar akan tata ruang serta terjaminnya pelayanan infrastruktur dasar untuk kesejahteraan.
Tujuan penataan ruang wilayah Provinsi NTB dalam Revisi Perda RTRW Provinsi NTB adalah “mewujudkan ruang wilayah darat dan laut provinsi yang maju dan lestari melalui pengelolaan dan perlindungan sumber daya alam yang memperhatikan dukung lingkungan dan mitigasi bencana guna pengembangan kawasan unggulan agribisnis, pariwisata dan industri yang berdaya saing”. Revisi RTRW Provinsi NTB sudah mengintegrasikan perencanaan ruang darat dan laut sesuai amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.
Sektor unggulan ekonomi wilayah Provinsi NTB berdasarkan hasil analisis perekonomian dalam Revisi RTRW Provinsi NTB antara lain sektor pertanian, kehutanan, perikanan dengan pertumbuhan rata-rata 4% setiap tahun. Tipologi klassen menunjukkan sektor ini adalah sektor maju dan dapat tumbuh dengan pesat. Sektor prospektif dan dapat menjadi sektor basis. Di sektor pertambangan & penggalian pertumbuhan rata-rata 32% setiap tahun. Sesuai tipologi klassen, sektor ini termasuk sektor maju namun tertekan/jenuh. Sektor prospektif dan dapat menjadi prime mover (penggerak utama). Untuk sektor industri pengolahan pertumbuhan rata-rata 4% setiap tahun. Sektor potensial atau dapat berkembang dengan pesat. Sektor prospektif dan dapat menjadi sektor basis.
Peran RTRW dalam dalam pengentasan kemiskinan secara substantif terjadi pada tiga komponen utama tata ruang yaitu: struktur ruang, pola ruang, dan kawasan strategis baik Kawasan Strategis Nasional (KSN) maupun Kawasan Strategis Provinsi (KSP) melalui pengembangan pusat-pusat kegiatan wilayah, antara lain Pusat Kegiatan Nasional (PKN Mataram Raya), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW Praya di Kabupaten Lombok Tengah, PKW Sumbawa Besar di Kabupaten Sumbawa dan PKW Raba di Kota Bima), serta Pusat Kegiatan Lokal (PKL) yang tersebar di 8 (delapan) kabupaten.
Peran RTRW berikutnya yakni mendorong tumbuh-kembangnya kawasan strategis dengan sektor-sektor unggulan agribisnis, pariwisata, dan industri sebagai pendorong ekonomi wilayah. Kawasan strategis dalam Revisi RTRW Provinsi NTB, meliputi:
- Kawasan Strategis Nasional (KSN), antara lain: Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, Kawasan Taman Nasional Komodo, dan Kawasan Perbatasan Laut Lepas, serta Kawasan Strategis Nasional Tertentu (KSNT), yakni penetapan KSNT Gili Sepatang. Kawasan Strategis Prioritas Nasional terlihat pada gambar di bawah:
Gambar 2. Kawasan Strategis Prioritas Nasional di Provinsi NTB
2. Kawasan Strategis Provinsi (KSP), yang terdiri dari:
-
- KSP dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi, antara lain: penggabungan KSP Mataram Raya dan Senggigi Tiga Gili, KSP Poto Tano dan Alas Utan, penghapusan KSP Agropolitan Sakra, Sikur Masbagik (Rasimas), KSP Agropolitan Manggalewa, perluasan KSP Samota, Teluk Cempi, serta Kawasan Industri Terpadu Maluk Sumbawa Barat untuk mendorong pengembangan ekonomi wilayah. Penanganan KSP Ekonomi antara lain melalui penataan kawasan, pengembangan/peningkatan dan konservasi kawasan, akselerasi sektor-sektor unggulan beserta wilayah perairannya, dan pengembangan/peningkatan sektor unggulan.
- KSP dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan antara lain: penghapusan KSP Pulau Sangiang karena merupakan kawasan hutan lindung yang masuk kewenangan nasional. Penanganan KSP Lingkungan meliputi: konservasi dan preservasi ekosistem, rehabilitasi hutan, dan pengelolaan hutan.
Untuk lebih jelasnya, Kawasan Strategis Provinsi (KSP) dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 3. Kawasan Strategis Provinsi (KSP) dalam Revisi RTRW Provinsi NTB
Berdasarkan uraian di atas, untuk mewujudkan perencanaan tata ruang yang berbasis masyarakat dengan output akhir penanggulangan kemiskinan, pemerintah telah meluncurkan cukup banyak program yang memberikan peluang sebesar-besarnya bagi peran aktif masyarakat. Oleh karena itu sangat diperlukan koordinasi dan kolaborasi program antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah agar pengentasan kemiskinan segera tertuntaskan.
RTRW Provinsi NTB memiliki peran yang sangat penting dalam optimalisasi kegiatan perencanaan dan penataan ruang untuk pengentasan kemiskinan dan diharapkan menjadi sebuah kepastian hukum yang dituangkan dalam bentuk Peraturan Daerah sehingga menjadi arahan dan dasar hukum yang jelas bagi RTRW Kabupaten/Kota dan pelaku pembangunan. Selain itu, RTRW juga menjadi acuan dalam pelaksanaan kebijakan-rencana-program pembangunan di Provinsi NTB baik Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) sesuai daya dukung dan daya tampung ruang serta dapat mendorong percepatan perkembangan masyarakat secara tertib, teratur dan terencana.