Rapat Tindak Lanjut Pembahasan Kawasan Konservasi Gili Tramena

Kepala Bappeda Provinsi NTB, Dr. Ir. H. Iswandi, M.Si., memimpin Rapat Tindak Lanjut Pembahasan Kawasan Konservasi Gili Tramena (Trawangan, Meno, Air) dalam rangka Revisi RTRW Provinsi NTB, dihadiri perangkat daerah terkait lingkup Pemerintah Provinsi NTB. Bertempat di ruang rapat Geopark Bappeda Provinsi NTB, Jumat 12 Agustus 2022.

Beberapa hasil kesimpulan dalam kegiatan ini antaralain sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 99/Kpts-II/2001 tentang Penetapan Kawasan Taman Wisata Alam Pulau Gili Ayer, Gili Meno, Gili Trawangan seluas 2.954 Ha serta Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Peta Perkembangan Pengukuhan Kawasan Hutan Provinsi NTB Sampai Dengan Tahun 2021 perlu ditinjau kembali karena tidak sesuai dengan fakta-fakta di lapangan, terutama perkembangan pembangunan kepariwisataan di daratan Gili Tramena yang telah berlangsung sejak Tahun 1982.

Hak Atas Tanah (HAT) yang telah diterbitkan sebelum penetapan Kawasan Hutan Konservasi di Gili Tramena pada Tahun 2021 menurut Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin, dan/atau Hak Atas Tanah dapat dikategorikan sebagai keterlanjuran, yaitu kondisi di mana Izin, Konsesi, Hak Atas Tanah, dan/atau Hak Pengelolaan yang diterbitkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang pada saat itu berlaku, namun menjadi tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini.

Penyelesaian keterlanjuran di dalam Kawasan Hutan Konservasi Gili Tramena adalah sebagai berikut: 1. Izin yang telah dikuasai di dalam kawasan hutan sebelum kawasan tersebut ditunjuk sebagai kawasan hutan maka: dilakukan perubahan peruntukan, fungsi, dan/atau penggunaan kawasan hutan; serta, izin tetap berlaku hingga jangka waktu berakhir sesuai dengan ketentuaan peraturan perundang-undangan.

Hak Atas Tanah dan/atau Hak Pengelolaan yang telah dikuasai dan dimanfaatkan di dalam kawasan hutan sebelum kawasan tersebut ditunjuk atau ditetapkan sebagai kawasan hutan maka dilakukan dengan mengeluarkan bidang tanah tersebut dari kawasan hutan melalui perubahan batas kawasan hutan.

Penguasaan tanah (misal: permukiman, fasum, fasos, lahan garapan) yang telah dikuasai dan dimanfaatkan secara fisik dengan itikad baik oleh masyarakat minimal selama 20 tahun secara terus menerus, penguasaan tanah tersebut tidak dipermasalahkan oleh pihak lainnya, dan dibuktikan dengan historis penguasaan dan pemanfaatannya, maka diselesaikan oleh Menteri KLHK sesuai peraturan perundang-undangan.

#NTBGEMILANG
#NTBTangguhDanMantap
#NTBBersihDanMelayani
#NTBSehatDanCerdas
#NTBAsriDanLestari
#NTBSejahteraDanMandiri
#NTBAmanDanBerkah