Pada hari Selasa, 06 Agustus 2024, dilaksanakan rapat koordinasi pemaduan isu kebencanaan dalam dokumen perencanaan daerah Provinsi NTB di Hotel Santika. Rapat ini diikuti oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) provinsi serta kabupaten/kota. Acara ini bertujuan untuk mengintegrasikan isu kebencanaan dalam setiap tahapan perencanaan pembangunan daerah, guna meningkatkan kesiapsiagaan dan ketahanan masyarakat terhadap berbagai bencana.
Rapat dibuka dengan sambutan dari Kepala Bappeda Provinsi NTB, yang menyampaikan laporan mengenai situasi kebencanaan di NTB dari tahun 2020 hingga 2024. Beliau menyoroti peningkatan kejadian bencana yang terjadi selama periode tersebut, meskipun sifatnya fluktuatif. Pada tahun 2020, tercatat 109 kejadian bencana yang meningkat menjadi 150 kejadian pada tahun 2021. Tahun 2022 mencatat 103 kejadian bencana, dan hingga pertengahan tahun 2024 telah terjadi 78 kejadian besar. Berdasarkan tren ini, diperkirakan jumlah kejadian bencana di tahun 2024 bisa mencapai di atas 150 kejadian.
Situasi ini menggambarkan bahwa Provinsi NTB masih perlu berjuang keras untuk memastikan rasa aman bagi masyarakatnya. Kepala Bappeda juga menekankan pentingnya meningkatkan kesadaran semua pihak, mulai dari masyarakat hingga pemerintah provinsi dan kabupaten, tentang ancaman bencana yang terus mengintai. Dalam visi RPJPD 2025-2045, terdapat fokus pada kata “aman,” yang menunjukkan komitmen untuk menciptakan rasa aman di tengah masyarakat. Meskipun kita tidak bisa mencegah bencana secara 100%, kita harus meyakinkan diri bahwa kita tetap bisa merasa aman melalui langkah-langkah pencegahan yang nyata.
Paparan juga menyebutkan bahwa jenis bencana yang rawan di NTB meliputi kekeringan, gempa bumi, banjir, longsor, dan kebakaran hutan. Berdasarkan data, beberapa wilayah di NTB, seperti Kota Mataram, Lombok Barat, Lombok Utara, dan Pulau Sumbawa, memiliki kerentanan tinggi terhadap berbagai jenis bencana tersebut. Kepala Bappeda menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk mencegah dan mengurangi risiko bencana, serta memastikan bahwa infrastruktur yang ada tetap berfungsi dengan baik.
Selanjutnya, Asisten 3 Provinsi NTB memberikan arahan yang menekankan dampak perubahan iklim dan peningkatan intensitas bencana hidrometeorologis. Beliau juga menyoroti bahwa NTB berada dalam ring of fire, yang berarti wilayah ini rentan terhadap bencana geologis seperti gempa bumi. Kapasitas masyarakat dan kesadaran akan isu kebencanaan masih perlu ditingkatkan, sehingga penting untuk memasukkan isu kebencanaan dalam perencanaan pembangunan daerah.
Asisten 3 juga menjelaskan mengenai Indeks Risiko Bencana (IRB) dan Indeks Ketahanan Daerah (IKD) yang memberikan gambaran tentang kerentanan suatu kawasan atau komunitas serta langkah-langkah yang perlu diambil untuk mempersiapkan diri dan memulihkan dari bencana. Dengan memiliki IRB dan IKD, kita dapat mengambil langkah-langkah yang terukur dalam menghadapi bencana, sehingga masyarakat tetap merasa aman dan nyaman.
Pada kesempatan ini, disampaikan pula bahwa penanganan bencana memerlukan perencanaan lintas sektor, dengan kolaborasi antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan juga menjadi fokus utama, karena dampak bencana dapat menghambat pembangunan ekonomi daerah.
Rapat ini ditutup dengan penyerahan buku ‘Berdamai dengan Bencana’ sekaligus foto bersama sebagai simbol komitmen bersama dalam meningkatkan kesiapsiagaan dan penanggulangan bencana di Provinsi NTB. Buku ini diharapkan dapat menjadi panduan bagi pemerintah daerah dan masyarakat dalam menghadapi berbagai ancaman bencana dengan lebih baik.
Rapat koordinasi ini merupakan langkah awal dalam memastikan bahwa isu kebencanaan menjadi bagian integral dari perencanaan pembangunan di Provinsi NTB, sehingga risiko bencana dapat diminimalkan dan ketahanan masyarakat dapat ditingkatkan. Melalui kolaborasi yang kuat antara semua pihak, diharapkan Provinsi NTB dapat menjadi daerah yang lebih aman dan tangguh dalam menghadapi berbagai bencana.