Rapat Diseminasi Hasil Pengawasan Stunting dan Kemiskinan Ekstrem di NTB

Kepala Bappeda NTB, Dr. Ir. H. Iswandi, M.Si., menjadi narasumber dalam Rapat Diseminasi Hasil Pengawasan Stunting dan Kemiskinan Ekstrem Pada Provinsi NTB, kegiatan dibuka langsung oleh Kepala BPKP NTB, Bapak Sidi Purnomo serta dihadiri perangkat daerah terkait lingkup Pemerintah Provinsi NTB. Kegiatan bertempat di ruang rapat Kantor Perwakilan BPKP NTB, Kamis 1 Februari 2024.

Sidi Purnomo sampaikan didalam RKP 2024 mengusung tema transformasi ekonomi inklusif dan berkelanjutan, Dimana dalam kebijakan bahwa belanja pemerintah pusat diarahkan pada percepatan transformasi ekonomi melalui penghapsusan kemiskinan ektrem, penurunan stunting, inflasi dan peningkatan investasi.

“Melalui pertemuan ini kita dapat mendiskusikan solusi yang horistik yang tidak hanya berfokus pada masalah di hilir tapi juga pada faktor di hulunya. Sehingga upaya percepatan penurunan stunting dan kemiskinan ekstrim dapat berjalan dengan maksimal dengan harapan masyarakat NTB bebas dari stunting dan mampu mengangkat perekonomian keluar dari garis kemiskinan”, pungkasnya.

Doktor Iswandi menyampaikan bahwa saat ini di NTB masih ada 32% angka stunting dan 2,64% kemiskinan ekstrem. Dimana kondisi ini harus diturunkan menjadi 14% untuk stunting dan 0% untuk kemiskinan ekstrem sesuai target nasional. Bukan merupakan suatu pekerjaan yang mudah sehingga membutuhkan kolaborasi di semua lintas sektor.

“Oleh karena itu melalui pertemuan ini dilakukanlah pemerikasaan oleh BPKP untuk memastikan bahwa kegiatan tersebut sudah on the track atau sesuai dengan jalurnya untuk memastikan Provinsi dan Kabupaten/Kota memiliki progress yang akseleratif didalam menurunkan stunting dan menghapus kemiskinan ekstrem di Tahun 2024”, lanjutnya.

Ada beberapa renaksi yang perlu dilakukan dalam rangka penurunan stunting, diantaranya dengan berkolaborasi dengan KUA melalui Kementerian Agama dalam hal pemberian edukasi bagi masyarakat yang akan menikah. Renaksi lainnya ialah melalui UKS di setiap sekolah-sekolah di NTB dengan memberikan sosialisasi berkaitan dengan kesehatan remaja atau edukasi-edukasi yang salah satunya dalam hal pernikahan dini.

“Dengan UKS di setiap sekolah, program penanggulangan kemiskinan juga dapat berjalan, ditambah dengan adanya Posyandu Keluarga (Posga) yang ada di NTB. Kita perlu bangga karena Posga di NTB akan diadopsi menjadi layanan primer di tingkat nasional oleh kementerian Kesehatan,” ujarnya.

“Dalam hal kemiskinan ekstrim kita memang terbatas dalam anggaran di daerah, namun dapat mengefektifkan melalui dana pusat serta penguatan data melalui data P3KE. Kita juga dapat melakukan kolaborasi bersama BPJS, melakukan pengecekan nama-nama pada data BPJS dengan menyandingkan data P3KE yang ada di Desa, sehingga semua masyarakat miskin yang sudah memiliki kartu BPJS,” tambahnya.

Menutup paparan, Doktor Iswandi harapkan kolaborasi bersama semua di seluruh perangkat daerah untuk dapat melihat sumberdaya apa saja yang dapat dimanfaatkan untuk menurunkan kemiskinan ekstrem dan stunting di NTB.