“Melawan Kemiskinan Dari Desa” adalah tema dalam rapat koordinasi penanggulangan kemiskinan Provinsi NTB Tahun 2017. Dalam sambutan pembukaan Wakil Gubernur NTB mengingatkan bahwa penanggulangan kemiskinan bukan hanya mengangkat masyarakat dari garis kemiskinan melainkan juga kita harus memperhatikan kedalaman dan keparahan kemiskinan yang ada di Nusa Tenggara Barat. Basis Data terpadu (BDT) ditekankan sebagai sasaran program yang ada di Organisasi Pemerintah Daerah (OPD).
Rapat koordinasi penanggulangan kemiskinan ini dihadiri oleh para wakil bupati dan wakil walikota se-NTB, anggota DPRD Provinsi NTB, Tokoh masyarakat, Akademisi, pelaku usaha, NGO, Lembaga Swadaya Masyarakat dan pemangku kepentingan yang ada di Provinsi NTB. Dalam acara Rakor tersebu, kepala Bappeda Provinsi NTB juga menyerahkan peta kemiskinan perdapil kepada wakil ketua DPRD Provinsi NTB agar dapat dipergunakan pada daerah pemilihan setiap anggota DPRD.
Upaya penanggulangan kemiskinan pada hakekatnya merupakan upaya bersama dari semua pemangku kepentingan, sehingga membutuhkan sinergi dan kemitraan dengan semua pihak. Pemerintah, termasuk pemerintah daerah, kalangan swasta, kalangan organisasi kemasyarakatan, kalangan universitas dan akademisi, kalangan politik dan tentunya masyarakat sendiri perlu membangun visi yang sama, pola pikir dan juga pola tindak yang saling menguatkan dalam melakukan percepatan penurunan angka kemiskinan, dan mengurangi kesenjangan yang ada, mengingat hanya sekitas 793,78 ribu orang NTB masih berada dibawah garis kemiskinan.
Kepala Bappeda Provinsi NTB dalam laporannya menjelaskan Sesuatu yang berbeda pada rakor kemiskinan ini dimana peserta dari NGO, Badan amil zakat Nasional, dan parapemuda-pemudi lokal yang memiliki prakarsa dan inovasi nyata dalam mendorong perekonomian masyarakat diberikan kesempatan berbicara bagaimana peningkatan kesejahteraan masyarakat dari desa yang mampu bertahan dan berkelanjutan. Tidak tangung-tanggung lima inovator yang sudah sukses ditampilkan diantaranya : 1. Bank Sampah Bintang Sejahtera (syawaludin) yang sudah memiliki aset mencapai miliaran rupiah siap memberdayakan masyarakat miskin dengan sampah yang ada disekitar kita dan siap “mengubah sampah menjadi rupiah” yang nantinya dapat meningkatkan pendapatan dari masyarakat miskin. 2. Desa Wisata Setanggor (Ida Wahyuni Sahabudin) yang mengubah desa yang tidak dilirik sama sekali menjadi desa wisata yang dikenal dunia dengan menawarkan 12 (dua belas paket wisata) dan sudah didatangi oleh 1.513 wisatawan luar dan dalam negeri, hal ini tentunya meningkatkan pendapatan dari masyarakat sekitar desa setanggor. 3. Bumdes Lendang Nangka Lombok Timur dengan tiga kegiatan utama yaitu mengelola PAM desa yang berkelanjutan, pengelolaan sampah dan simpan pinjam bagi anggotanya. 4. Forum pengusaha sanitasi Kabupaten Dompu (Rudi Purnomo) yang memberikan kemajuan nyata dalam mengubah pola pikir masyarakat miskin untuk tidak buang air sembarang, usaha jambannya merekrut orang-orang sekitar yang tidak memiliki pekerjaan dan pola yang dianut adalah kredit jamban untuk kesehatan masyarakat. Dan yang terakhir adalah lumbung bersaing (qazwaeni) yang mampu mengembangkan dan meningkatkan perekonomian masyarakat pedesaan dengan dana hibah yang dikelola sekarang sudah mencapai miliaran.
Ketua unit advokasi TNP2K Bpk M. Arief Tasrief dalam paparannya menekankan bahwa pentingnya data tentang kemiskinan untuk mengetahui arah kebijakan, penganggaran dan program apa yang akan kita sentuh sebagai prioritas dalam percepatan penanggulangan kemiskinan. Ditambahkan juga oleh Bapak La Ega dari Sekretariat Sistem Layanan Rujukan Terpadu (SLRT) bahwa data merupakan ukuran untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan yang sudah kita lakukan dalam tahun sebelumnya dan apa yang harus kita benahi tahun selanjutnya.Kepala BPS Provinsi NTB menyampaikan perlunya kita menjaga inflasi mengingat akan sangat mempengaruhi harga dan tentunya berpengaruh terhadap garis kemiskinan. Adapun komoditi yang memberi sumbangan besar terhadap garis kemiskinan di NTB adalah beras, rokok kretek filter, cabe rawit, telur ayam ras, mie instandan bawang merah. Ditambahkan pula oleh Prof Sarjan selaku akademisi ketahanan pangan sangat penting dijaga dari hal yang paling kecil yaitu Rumah Tangga, tentunya melalui optimalisasi potensi lokal yang ada didesa seperti Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) desa mandiri pangan dan lumbung pangan yang sudah menjadi kearifal lokal di NTB. KOMPAK (Wahyudi) menyampaikan bahwa Rencana kerja pemerintah desa belum sinkron dengan rencana kerja pemerintah Kabupaten sehingga perlu dilakukan penyelarasan kedepan untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal.
Adadelapan rekomendasi yang dihasilkan diantaranya Kabupaten/Kota se Provinsi NTB wajib menggunakan 1 (satu) basis data yaitu Basis Data Terpadu (BDT) dengan dukungan System Layanan Rujukan Terpadu (SLRT) sebagai bahan untuk penetapan sasaran program.perlu sinergisitas antara eksekutif dan legislative dengan berbasis pada data kemiskinan (BDT) berdasarkan Daerah Pemilihan (Dapil).penguatan kelembagaan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota serta meningkatkan relevansi koordinasi antara TKPKD Provinsi dengan TKPKD Kabupaten/Kota se-NTB. Mendukung pembangunan desa dengan pendekatan pemberian reward atau penghargaan kepada desa. mempercepat penurunan kemiskinan berbasis desa maka perlu dilakukan langkah-langkah pembangunan yang inovatif, konsisten dan konsolidatif berbagai kebijakan dan penggerakan sumber daya baik bersumber dari Provinsi, Kabupaten, maupun Desa serta Mitra pembangunan lainnya (CSR, NGO, BAZNAS, Tim Penanggulangan Inflasi Daerah, dll). Sedangkan Tujuh program kesepakatan wakil Gubernur dan wakil bupati/walikota se NTB untuk percepatan penanggulangan kemiskinan diantaranya adalah pengembangan Bumdes, peningkatan jamban keluarga, pengembangan rumah layak huni, pengembangan kelompok usaha bersama (KUBe), Kawasan Rumah Pangan Lestari, Pengelolaan sampah untuk penanggulangan kemiskinan melalui Bank sampah dan peningkatan cakupan air bersih di perdesaan.