Mataram 12/3/18, Ditahun akhir Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Prov. NTB tahun 2013 – 2018 tidak menyurutkan tekad dan semangat untuk membahasan permasalahan kemiskinan. Bappeda Provinsi NTB bekerjasama dengan Kolaborasi Masyarakat dan pelayanan untuk Kesejahteraan (KOMPAK) mengadakan lokakarya untuk menyusun petunjuk teknis pedoman dukungan anggaran keuangan ke Pemerintah Desa dalam mendukung tujuh program kemiskinan agar tepat sasaran sesuai dengan yang ditargetkan.
Dalam sambutanya Kepala Bappeda Ridwan Syah menyampaikan bahwa, masalah kemiskinan sangatlah kompleks sehingga untuk menjawab masalah tersebut diperlukan sinergi yang kuat antar daerah dan kewenangan. Anggaran yang dimiliki selama ini oleh Provinsi dan Kabupaten/kota masih terbatas, untuk itu diperlukan sinergi yang mantap untuk ketepatan sasaran sehingga angka kemiskinan yang tersisa 15,05 persen pada September 2017 dapat menurun sesuai target dalam RPJMD.
Pemerintah Provinsi telah menyiapkan anggaran untuk mendukung program-penanggulangan kemiskinan. Untuk itu bantuan keuangan ke pemerintah desa memerlukan juklak dan juknis yang jelas dan mengikat untuk capaian program yang kita inginkan. Juklak juknis yang kita susun saat ini merupakan amanat undang – undang untuk pertanggungjawaban keuangan. Sehingga kegiatan lokakarya yang kita laksanakan pada hari ini sangat strategis untuk keberhasilan dalam percepatan penurunan angka kemiskinan di NTB.
Prof. Mansur Afifi menyampaikan dengan adanya tujuh program prioritas ini kita harapkan dapat menciptakan kesempatan kerja sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
Akademisi UNRAM Prof. Suryahadi menyebutkan perlunya sinergi antar wilayah kewenangan sehinga masyakat dapat ikut serta dalam setiap pembangunan. Karena masalah kemiskinan tidak semudah yang kita pikirkan selama ini, jangan sampai anggaran yang kita keluarkan untuk program kemiskinan lebih besar dari hasil yang kita harapkan.
Berbicara juklak juknis yang ideal dalam suatu kegiatan tidaklah cukup pembahasannya dalam satu dua hari saja, namun memerlukan pembahasan yang Panjang dan perlu pendampingan akademisi. Sehingga juklak dan juknis yang telah dihasilkan pada kesempatan akan dibahas pada kesempatan selanjutnya.