LIPI BERSAMA BAPPEDA MEMETAKAN KEBUTUHAN TEKNOLOGI UMKM NTB MELALUI FGD

Mataram – Jumat 27 Juli 2018, Bappeda bersama dengan Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menggelar Focus Group Discussion (FGD) yang membahas tentang Pemetaan Kebutuhan Teknologi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), bertempat di Ruang Rapat Lakey Bappeda Provinsi NTB. Hadir dalam FGD ini berbagai stakeholder terkait, khususnya para pelaku UMKM dan Organisasi Perkumpulan Pengusaha yang ada di Nusa Tenggara Barat.

FGD yang dibuka oleh Kasubid Ekonomi Wilayah Bidang Litbang Bappeda ini didahului dengan pemaparan narasumber yang berasal dari LIPI Tuti Ermawati  Dalam paparannya, Tuti memberikan gambaran umum tentang kondisi makro pengembangan UMKM di Indonesia. Selanjutnya, Tuti juga menjelaskan bagaimana LIPI terus mendorong pengembangan pengetahuan untuk menghasilkan teknologi yang bertujuan agar para pelaku UMKM di Indonesia dapat menjadi unit-unit usaha inovatif sehingga mampu memiliki daya saing. Dalam kesempatan ini, tim dari LIPI berharap dapat menyerap aspirasi dari para pelaku UMKM mengenai kebutuhan teknologi yang dapat dikembangkan kedepannya untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas UMKM Indonesia khususnya di Nusa Tenggara Barat.

Narasumber berikutnya, Dr. Ir. Erwan, M.Si yang berasal dari Fakultas Peternakan UNRAM menceritakan tentang potensi pengembangan UMKM yang mengandalkan komoditas madu trigona di daerah Lombok Utara. Menurutnya, penerapan teknologi untuk kemajuan UMKM harus disesuaikan dengan kondisi lokal masyarakat, terutama pelaku UMKM. Pengadopsian teknologi hanya akan efektif apabila masyarakat memiliki kapasitas dan kapabilitas yang cukup. Menurut Erwan, ‘bahasa’ teknologi terkadang terlalu kompleks untuk dipahami oleh pelaku UMKM yang sebagian besar masih awam terhadap teknologi. Untuk itu, ada dua hal yang bisa dilakukan, yaitu dengan menyederhanakan teknologi yang ada namun tetap memperhatikan faktor tepat gunanya. Kemudian, dengan melakukan pendampingan kepada pelaku UMKM agar mereka dapat mengadopsi atau memanfaatkan teknologi  untuk memberikan nilai tambah terhadap produk-produk mereka.

Narasumber lainnya, Dr. Abdul Azis Bagis yang juga berasal dari UNRAM, memiliki pemikiran yang menarik terkait dengan teknologi dalam pengembangan UMKM. Menurutnya, teknologi bukanlah pencipta nilai, akan tetapi merupakan faktor pendukung saja yang dapat memperkuat produktifitas UMKM. Faktor utama yang menentukan terciptanya produktifitas dan nilai tambah adalah sikap atau attitude pelaku usaha itu sendiri. Lebih lanjut, Abdul Aziz menambahkan bahwa untuk membentuk sikap atau attitude yang dibutuhkan dalam meningkatkan produktifitas UMKM, dapat dilakukan dengan memanfaatkan dan meningkatkan peran ‘informal leader’ seperti tuan guru dan tokoh-tokoh masyarakat lainnya.

Sementara itu, Dr. M. Firmansyah, SE, M.Si yang berasal dari Dewan Riset Daerah Provinsi NTB dan juga merupakan ahli ekonomi dari UNRAM menekankan perlunya sentuhan teknologi dan inovasi yang dapat menyesuaikan dengan kebutuhan pasar. Menurutnya ada dua jalan untuk melakukan hal ini, yang pertama dengan melakukan adaptasi terhadap kebutuhan-kebutuhan pasar dan yang kedua dengan melakukan standarisasi yang sesuai dengan keinginan konsumen sehingga produk-produk UMKM dapat diterima oleh pasar yang secara intangiblemenerapkan standar-standar kualitas tertentu.

Pelaku usaha yang berasal dari Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) Ratu Saibani menceritakan pengalamannya dalam mengembangkan bisnisnya yaitu Kopi Tambora. Menurutnya, petani kopi di Tambora masih memiliki pengetahuan pasca panen yang minim. Dengan pengetahuan yang minim ini, para petani Kopi Tambora ini melihat teknologi lebih sebagai barrier daripada peluang, sehingga penerapan teknologi disana jadi sesuatu hal yang sulit dibayangkan untuk terealisasi. Menurut Ratu, para petani berpandangan bahwa untuk apa ‘repot-repot’ mengadopsi teknologi sedangkan mereka sudah dapat menghasilkan uang dengan mengandalkan cara-cara konvensional yang selama ini telah mereka terapkan.

Pengusaha kopi lainnya, H. Moh. Najamudin menjelaskan bahwa kopi hasil produksinya masih menggunakan teknik penggorengan tradisional memanfaatkan kayu bakar dengan tujuan untuk menjaga cita rasa kopi miliknya. Untuk itu, Najamudin belum atau tidak mengadopsi teknologi baru dalam tahapan roasting produk kopinya. Dirinya hanya memproyeksikan penggunaan teknologi pada tahapan penggilingan dan mengharapkan bantuan untuk ini.

Menutup FGD, Kepala Bidang Industri Agro Dinas Perindustrian NTB Ir. Sri Wijayaningsih, M.Si, menekankan pentingnya penerapan teknologi dalam upaya meningkatkan daya saing pelaku UMKM. Menurutnya, teknologi merupakan salah satu faktor penting untuk memastikan produk UMKM dapat memenuhi standar yang diinginkan oleh pasar. Selain itu, sentuhan teknologi juga dapat menjamin konsistensi dari hasil produk UMKM seperti biji kopi yang dihasilkan oleh para pengusaha kopi yang hadir dalam FGD ini. Untuk itu, Dinas Perindustrian NTB berkomitmen untuk memberikan bantuan dan pelatihan teknologi bagi para pelaku UMKM yang ingin meningkatkan kapasitas dan kapabilitas produksinya. Namun, kendala yang masih dihadapi oleh Dinas Perindustrian selain masalah anggaran yang terbatas, terdapat juga hambatan berupa minimnya pemetaan potensi UMKM di NTB sehingga seringkali bantuan yang diberikan kontraproduktif atau tidak tepat sasaran.