Kunjungan Profesor Frank dari Prancis dalam Rangka Meneliti Geologi Geopark Rinjani

Hari ini Prof Frank Lavinge dari Dari University Pantheon Sorbonne datang ke BAPPEDA Provinsi NTB dalam rangka mendiskusikan tentang penelitian yang akan dilakukannya dengan topik Stratigrafic Letusan Samalas. Penelitian ini kalo memungkinkan akan diekspos pada simposiun APGN yang akan dilaksanakan pada bulan September mendatang. Selanjutnya Prof Frank juga membuka kesempatan untuk kerjasama beasiswa Pasca sarjana dari Pemprov NTB di Perancis.

Babad Lombok yang mengisahkan kengerian letusan Gunung Samalas di kompleks Gunung Rinjani, Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Selama bertahun-tahun, babad ini nyaris dilupakan dan mungkin dianggap sebagai dongeng belaka. Namun, penelitian sejumlah ahli gunung api baru-baru ini memastikan bahwa letusan Gunung Samalas sebagaimana digambarkan dalam babad itu ternyata fakta.

Bahkan, dampak dari letusan Gunung Samalas yang terjadi pada tahun 1257 itu melampui imajinasi penulis babad yang ditulis dalam daun lontar ini. Letusan Samalas berdampak global dan diduga memicu kelaparan dan kematian massal di Eropa setahun setelah letusan.

“Ditemukannya ribuan kerangka manusia di London yang dipastikan berasal dari tahun 1258 kemungkinan berkaitan erat dengan dampak global dari letusan Gunung Samalas pada tahun 1257,” seperti ditulis dalam jurnal PNAS edisi akhir September 2013.

Tulisan di jurnal ini merupakan hasil penelitian 15 ahli gunung api dunia. Dari Indonesia yang terlibat adalah Indyo Pratomo, geolog dari Badan Geologi Bandung, Danang Sri Hadmoko dari Geografi Universitas Gadjah Mada dan Surono, mantan Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG).

Sedangkan dari luar negeri yang terlibat meliputi 12 ahli dari berbagai kampus ternama di Eropa, di antaranya Frank Lavigne dari Université Panthéon-Sorbonne, Jean-Philippe Degeai dari Université Montpellier, Clive Oppenheimer dari University of Cambridge, Inggris, dan sejumlah ahli lainnya.

Mereka awalnya melacak letusan Samalas ini dari jejak rempah vulkanik yang terdapat di lapisan es kutub utara. Sebagaimana letusan Tambora yang menciptakan tahun tanpa musim panas di Eropa sehingga menyebabkan kegagalan panen dan kelaparan pada tahun 1816 atau setahun setelah letusan, letusan Samalas diduga juga memicu permasalahan serupa, bahkan mungkin lebih dahsyat. (sumber: KOMPAS)