Synbiotik dan Teknologi Bioflok Budidaya Udang Vaname (Litopenaeus vanname) Model Kolam, Pembagian Tata Ruang Pemukiman Tradisional Berdasarkan Kearifan Lokal Masyarakat Adat Sasak di Desa Bayan, link dengan Visi dan misi RPJMD pemerintah provinsi NTB 2019-2023 dan RAD SDGs pemerintah provinsi NTB 2019-2023
Mataram, Bidang Penelitian dan Pengembangan Bappeda Provinsi NTB menggelar seminar hasil penelitian Senin, 22 Juli 2019 bertempat di Ruang Rapat Samota Bappeda Provinsi NTB.
Hasil penelitian yang diseminarkan ada dua topik, yaitu pertama, Penggunaan Synbiotik dan Teknologi Bioflok Pada Budidaya Udang Vaname (Litopenaeus vanname) Model Kolam Terpal oleh Dr. Muhammad Ali. Kedua, Pembagian Tata Ruang Pemukiman Tradisional Berdasarkan Kearifan Lokal Masyarakat Adat Sasak di Desa Bayan oleh Dr. Lalu Ari Irawan, SE., M.Pd.
Hadir pada kesempatan itu dari peneliti dari Universitas Mataram, IKIP Mataram, Majelis Adat Sasak, Mata Garuda, serta beberapa pejabat OPD lainnya.
Muhammad Ali menjelaskan Teknologi bioflok budidaya udang vaname merupakan teknologi terapan yang dapat menjawab permasalahan pengangguran dan kemiskinan secara cepat dan praktis khususnya pada wilayah pesisir di NTB. Budidaya udang vaname dengan teknologi bioflok dinilai menjadi solusi tepat untuk menurunkan angka kemiskinan di NTB lebih khusus di wilayah pesisir. Selain itu dengan budidaya udang vaname dapat mengoptimalkan pemanfaatan lahan yang kurang produktif dikawasan pesisir di NTB.
Kegiatan uji coba teknologi budidaya udang vaname yang dilakukan di Desa Pijot Kecamatan Keruak, Kabupaten Lombok Timur, adalah penelitian pro rakyat, dimana nantinya Desa Pijot dapat menjadi percontohan tempat budidaya udang vaname sistem bioflok. Hasil penelitian ini dapat dikembangkan oleh pemerintah, kelompok masyarakat dan masyarakat, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat wilayah pesisir, meningkatkan produktivitas lahan dan produksi udang serta mampu menyerap tenaga kerja.
Teknologi bioflok dikembangkan dengan memadukan penanganan buangan limbah hasil budidaya dan mereduksi jumlah penggunaan air. Secara umum, kelebihan dari teknologi ini adalah biaya operasional yang lebih kecil, tingkat kelangsungan hidup yang tinggi dan nilai FCR (feed convertion ratio) yang lebih baik. Prinsip teknologi ini adalah mengkonversi limbah budidaya yang mengandung unsur nitrogen yang cukup tinggi menjadi pakan tambahan bagi udang selama proses peliharaan.
Diseminasi penggunaan teknologi bioflok dan synbiotik kepada pembudidaya udang dapat mengurangi tingkat pencemaran lingkungan dan biaya operasional, serta mampu memberikan keuntungan hingga mencapai 12 juta per tahun, sehingga budidaya udang vaname dapat dijadikan sebagai alternatif pendapatan khususnya bagi penduduk miskin.
Sementara itu Kepala Bappeda Provinsi NTB melalui Sekretaris Bappeda NTB Retno Untari sebelum membuka seminar mengatakan Pemerintah Provinsi NTB sangat mendukung pengembangan budidaya udang vaname. Pengembangan usaha budidaya udang vaname memerlukan sinergi, kerjasama dan koordinasi semua pemangku kepentingan di wilayah pesisir. Harus ada sinkronisasi dan sinergitas program antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
Lebih lanjut Retno mengatakan bahwa topik kajian ini sangat mendukung visi dan misi RPJMD pemerintah provinsi NTB 2019-2023 dan RAD SDGs pemerintah provinsi NTB 2019-2023. Lebih-lebih pemerintah provinsi NTB saat ini masih mencari strategi dan solusi yang tepat untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang dihadapai oleh pemerintah daerah dan masyarakat NTB, termasuk dalam penurunan angka kemiskinan di NTB, mengingat angka kemiskinan NTB masih tinggi sebesar 14,56 % atau 735,62 ribu orang.
Harapannya hasil penelitian penggunaan teknologi terapan pemanfaatan synbiotik dan teknologi bioflok pada budidaya udang vaname dapat dijadikan sebagai bahan dalam mengambil kebijakan perencanaan dan penganggaran untuk peningkatan ekonomi masyarakat. Hal yang sama juga disampaikan Retno, dengan adanya kajian pembagian tata ruang berdasarkan kearifan lokal dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi pemerintah daerah NTB dalam mereview RTRW provinsi NTB 2009-2029.
Selain membahas topik terkait Udang Vaname, juga mengupas topik terkait dengan Pembagian TAta Ruang Berdasarkan Kearifan Lokal Masyarakat Adat Bayan. Menurut Lalu Ari berdasarkan kearifan lokal masyarakat adat bayan, salah satu yang menarik dari kearifan asli masyarakat Sasak adalah dalam hal bagaimana membangun pemukiman yang sarat akan kebijaksanaan. Berbagai pertimbangan digunakan sabagi dasar dalam membuka area menjadi lingkungan tempat tinggal beserta area pendukungnya. Pertimbangan masyarakat tradisional meliputi topologi, posisi mata air, fungsi atau peran masing-masing individu, keseimbangan alam, kenyamanan, dan sebagainya.
Sesuai pengamatan diberbagai lokasi, terkait dengan pengurangan risiko bencana yang sekarang sedang menjadi perhatian seluruh elemen masyarakat, pemukiman dan arsitektur Sasak nampak telah memasukkan faktor kejadian alam dalam membangun area pemukiman dan rumahnya. Hal ini sangat relevan dengan kejadian bencana gempa, gunung berapi, banjir bandang, dan berbagai bencana alam yang pernah terjadi di Pulau Lombok. Selain itu, aspek bencana sosial juga nampak menjadi salah satu faktor penting dalam membangun suatu pemukiman sehingga kehidupan yang aman, tentram, sentosa menjadi sesuatu yang memungkinkah diraih oleh segenap masyarakat.
Pembagian batas administrasi seringkali menjadi permasalahan utama timbulnya konflik horizontal adat sasak Desa Bayan. Isu mengenai perspektif undang-undang terhadap komunitas adat menjadi hal penting dalam pembagian tata ruang. Adat sasak sudah melakukan tata ruang wilayahnya dan memiliki pranata hukum yang masih hidup. Namun, yang menjadi perhatian penting saat ini adalah pranata hukum yang dimiliki belum diperdakan. Jika belum diperdakan maka negara belum mengakuinya. (dita)