Industrialisasi, Ikhtiarkan NTB Mandiri & Sejahtera (Bagian 2)

Oleh Nuryanti SE. ME (Kabid Perencanaan Pembangunan Ekonomi)

Sejak tahun 2011, kita telah memasuki Industry 4.0, yang ditandai meningkatnya konektivitas, interaksi, dan batas antara manusia, mesin, dan sumber daya lainnya yang semakin konvergen melalui teknologi informasi dan komunikasi.

Revolusi industri generasi pertama ditandai oleh penggunaan mesin uap untuk menggantikan tenaga manusia dan hewan. Kemudian, generasi kedua, melalui penerapan konsep produksi massal dan mulai dimanfaatkannya tenaga listrik. Dan, generasi ketiga, ditandai dengan penggunaan teknologi otomasi dalam kegiatan industri.

Pada revolusi industri keempat, dimana teknologi informasi dan komunikasi dimanfaatkan sepenuhnya. Baik dalam proses produksi, juga di seluruh rantai nilai industri sehingga melahirkan model bisnis yang baru dengan basis digital guna mencapai efisiensi yang tinggi dan kualitas produk yang lebih baik.

Kebijakan Industri Nasional

Indonesia saat ini adalah kelompok negara berpendapatan menengah tentu masih mengharapkan sektor Industri manufaktur dapat meningkatkan perannya pada pembentukan PDB. Dalam kerangka itu, DPR dan Pemerintah telah menyusun UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian kemudian disusul dengan Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional 2015 – 2035. Dikenal sebagai PP RIPIN, pedoman bagi pemerintah maupun pelaku industri dan usaha sebuah kerangka perencanaan dan pembangunan industri nasional untuk periode 20 tahun. Melalui skema PP RIPIN, pemerintah menetapkan 10 Industri Prioritas yaitu 1). Industri Pangan, 2). Industri Farmasi, Kosmetik, dan Alat Kesehatan, 3) Industri Tekstil, Kulit, Alas Kaki, dan Aneka. 4) Industri Alat Transportasi, 5). Industri Elektronik dan Informatika (ICT), 6). Industri Pembangkit Listrik, 7). Industri Barang Modal, Komponen, Bahan Penolong, dan Jasa Industri; 8). Industri Hulu Agro; 9). Industri Logam Dasar  dan  Bahan  Galian  Bukan  Logam;  10). Industri Kimia Dasar Berbasis Migas dan Batubara.

Making Indonesia 4.0

UNIDO (United Nation Industrial Development Organization), sebuah badan PBB untuk pengembangan industri, mencatat industrialisasi di Indonesia termasuk kategori negara semi-industri. Menurut data Pemerintah, industri nasional di Indonesia secara umum juga masih menggunakan teknologi Industri 1.0 dan Industri 3.0.

Mengantisipasi bonus demografis ke depan, Revolusi Digital atau Industri 4.0 akan berdampak memperkecil penciptaan lapangan kerja di sektor industri, pemerintah telah menyusun inisiatif “Making Indonesia 4.0”. Kebijakan ini dirumuskan untuk mengimplementasikan strategi dan Peta Jalan Industri 4.0 di Indonesia.

Inovasi dan perubahan terhadap model bisnis yang lebih efisien dan efektif merupakan bagian hasil penerapan industri 4.0. Revolusi industri ini akan mempercepat peningkatan daya saing sektor industri nasional secara signifikan.

Inovasi itu, misalnya penerapan Information Communication Technology  (ICT) di sektor industri, yang memanfaatkan sistem online document approval untuk mengontrol penyelesaian pekerjaan. Teknologi tersebut memberikan penghematan dalam penggunaan waktu dan biaya sehingga produk yang dihasilkan lebih murah dan mampu bersaing di pasar domestik maupun global.

Inovasi lainnya, yakni Flexible Manufacturing System yang mengkolaborasikan tenaga kerja dengan proses mechanical engineering. Misalnya, industri makanan dan minuman yang akan menggunakan penerapan industri 4.0 dalam pengolahan, tetapi packaging masih dikerjakan tenaga kerja. Sedangkan untuk sektor Industri Kecil Menengah (IKM). e-Smart IKM dan e-comers diterapkan untuk memperluas akses pasar.

Untuk penerapan awal Industri 4.0, Indonesia akan berfokus pada lima sektor manufaktur, yaitu: 1). industri makanan dan minuman, 2). industri tekstil dan pakaian, 3). industri otomotif, 4). industri kimia, serta 5). industri elektonik.

Kebijakan Industrialisasi di NTB

Berdasarkan lima sektor manufaktur yang dikembangkan pemerintah Indonesia sebagai pilot projek making Indonesia 4.0, NTB pun berbenah mengambil bagian, meski tidak pada ke lima sektor manufaktur yang ada. Sektor manufaktur yang berpotensi di NTB adalah pertama, industri makanan dan minuman yang di NTB memiliki memiliki potensi pertumbuhan yang besar karena pada dasarnya NTB adalah daerah dengan sumber daya pertanian, peternakan, kelautan dan kehutanan yang berlimpah. Permintaan dari dalam daerah pun besar.

Strategi untuk industri makanan dan minuman 4.0 antara lain, pertama; mendorong sektor hulu untuk meningatkan produksi yang terstandarisasi guna menjamin kotinyunitas, kualitas serta kuantitas produksi pertanian dalam arti luas, Kedua; mengadopsi teknologi untuk meningkatkan kualitas hasil produksi industry olahan melalui program Swasembada Permesinan. Ketiga, fokus pada pangan segar berkwalitas serta makanan kemasan dan berupaya untuk memenuhi semua kebutuhan serta permintaan dalam daerah juga meningkatkan ekspor.

Melalui tiga strategi di atas, target capaiannya adalah NTB Mandiri Benih Jagung Hibrida, Mandiri Pakan Unggas dan Ruminansia, Swasembada telur dan daging, Industri essens oil serta Swasembada Garam.

NTB Mandiri Benih

Jagung menjadi komiditi unggulan provinsi NTB yang benihnya saat ini, sepenuhnya masih berasal dari luar daerah. Pada tahun 2019 pemerintah menfasilitasi adanya drip irrigation untuk research center varitas baru benih induk tahun 2020.

Secara bertahab sampai tahun 2022 areal produksi akan diperluas untuk memproduksi bahan baku benih jagung hibrida berbasis desa atau kecamatan dengan sistim penangkaran benih oleh petani. Area produksipun di lengkapi dengan sistim mekanisasi dan water management seperti irigasi tetes maupun spirinkle irrigation. Hasilnya produksi Benih jagung berstandar SNI dan sertifikasi ISO.

Penanganan pasca panen dengan tekhnologi akan menjamin kualitas jagung agar dapat diserap pasar untuk bahan baku pakan ternak maupun industri makanan.

Mandiri Pakan Ternak plus Swasembada Telur dan daging

NTB memiliki potensi lahan dan pakan ternak seluas 1.690.156 hektar dan daya tampung ternak mencapai 1.370.258 animal unit. Konsumsi masyarakt NTB terhadap produk peternakan terutama daging dan telur menunjukan trend yang meningkat.

Untuk itu pemerintah memfasilitasi pembangunan mini feed mill (pabrik pakan mini) sebagai pilot project pemenuhan pakan ternak berbahan baku jagung. Salah satu pasarnya dalah kampung ungags. Baik yang berupa kampung ayam satelit sebagaim produsen DOC sehingga NTB mandiri DOC, maupun kampung unggas untuk ayam petelur dan ayam KUB. Peran swastapun sudah mulai terlihat dan menjadi prospek bisnis yang menjanjikan bagi investor untuk pabrik pakan maupun peternakan.

Swasembada Garam

Disektor kelautan dan perikanan, komoditi garam yang menjadi prioritas sejalan dengan dukungan pemerintah pusat yang menjadikan NTB salah satu sentra penghasil garam untuk Indonesia Timur. Khususnya untuk kebutuhan garam industri maupun garam konsumsi beryudium.

Pencapaian strategi industrialisasi di atas, membutuhkan sentuhan tekhnologi permesian agar dapat meningkatkan nilai tambah, baik sektor hulu maupun sektor hilir/olahan yang akan berorientasi ekspor. Sehingga swasembada permesinan yang terstandarisasi akan di fasilitasi oleh pemerintah mulai tahun 2019. Sehingga IKM – IKM permesian akan mampu bersaing dengan produk – produk permesian lainnya ketika sudah masuk pada e-katalog daerah. Geliat pasar inilah yang kemudian menjadi ujung tombak hidupnya industrialisasi di NTB.

Industri Essens Oil

Hasil perkebunan dan hasil hutan bukan kayu menjadi komoditi yang akan terus dikembangkan oleh pemerintah guna meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitar kawasan hutan maupun petani disektor perkebunan. Antara lain minyak cengkeh, minyak sereh wangi, minyak kayu putih dan minyak nilam. Essens oil adalah bahan dasar untuk industry makanan olahan, kosmetik dan obat obatan.

Industri Fashion Tenun

Selanjutnya sektor tekstil dan pakaian merupakan sektor yang memiliki peluang ekspor sehingga harus meningkatkan daya saing di pasar global. Begitupula di NTB, strategi untuk menjadi produsen functional clothing adalah pertama, fokus pada bahan tenun dengan biaya lebih rendah dan memiliki kualitas tinggi. Kedua meningkatkan produktivitas dengan meningkatkan kemampuan memproduksi pakaian yang fungsional. Ketiga, mampu memenuhi permintaan yang terus berkembang, di pasar dalam maupun luar negeri. Untuk itu pelaku usaha harus memanfaatkan tekhnologi.

Industri Elektronik Dan Otomotif

Meningkatkan Kemampuan Pelaku Industri Elektronik dan industri otomotif perlu didorong melaui revitalisasi sekolah-sekolah kejuruan serta membangun kemitraan dengan BUMD. Adapun strategi untuk elektronik dan otomotif 4.0 adalah pertama, meraih pemain global dengan memberikan insentif yang menarik. Kedua, mengembangkan skill memproduksi barang yang berkualitas. Ketiga, mengembangkan SDM dalam daerah dengan memberikan pelatihan. Dan keempat, mendorong pelaku industri untuk memberikan inovasi lanjutan dan mempermudah transfer teknologi.

Dear Generasi Milinel, Dibutuhkan Peranmu di Era Indsutri 4.0

 Industrialisasi pada sektor pertanian dalam arti luas di NTB maupun sektor lainnya adalah sebagai upaya percepatan penaggulangan kemiskinan serta membuka lapangan kerja yang lebih luas lagi sehingga berdampak pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat.

Maka gerakan Bela dan Beli Produk NTB serta Gerakan Pengusaha Milenial melaui penciptaan tenaga kerja yang siap kerja (job seeker) maupun siap menjadi wirausaha pertanian (job creator) maka diperlukan upaya untuk meningkatkan diiversifikasi atau keberagaman komoditas/produk dengan minimal produk setengah jadi bahkan sampai jadi.

Di sinilah peran pemerintah untuk memberikan edukasi yang cukup utamanya generasi milineal agar dapat memajukan industri pertanian, industry fashion, industri otomotif dan industry elektronik di era revolusi industri 4.0. Kehadiran STIP Banyumulek dibawah Dinas Perindustrian Provinsi NTB, akan mewadahi generasi milineal untuk mulai terjun dalam dunia bisnis dan industri 4,0.

Sinergi pemerintah kabupaten kotapun se provinsi NTB adalah hal yang mutlak untuk mewujudkan itu semua. Hal itu sudah berjenjang dilakukan sejak mulai proses musrenbang penyusunan RKPD 2020 pada awal tahun 2019, serta rapat – rapat tekhnis antar dinas, sampai berujung pada proses penyusunan RAPBD 2020. Prinsip holistic, integrative, tematik dan spasial menjadi warna dalam pengembangan industrialisasi. Kerja yang terintegrasi antara satu dinas dengan dinas lainnya, kontribusi pemerintah pusat sampai pemerintah desa, begitu pula dukungan dunia uasaha, dunia industri, NGO dan perguruan tinggi serta legislatif sebagai suatu faktor pendukung keberhasilan indusrialisasi di provinsi NTB.

Pengembangan Industrialisasi di atas tentu saja akan membuka peluang lapangan pekerjaan lebih banyak serta akan meningkatkan kemandirian daerah serta kesejahteraan masyarakat. Perjalanan panjang menuju industrialisasi memang harus dimulai dari langkah pertama. Akan banyak mata yang melihat, kritik dan masukan, sebagai bukti semangat kebersamaan membangun NTB Gemilang.

Bappeda NTB 27 Agustus 2019