Belajar Jujur dari Sidang UGG Council

Ada banyak pelajaran berharga yang diperoleh dari proses sidang UGG Council Tahun 2019 yang dilaksanakan di Hotel Vila Ombak, Gili Trawangan, Lombok Utara. Salah satunya seperti sidang hari ini (1/9), tampak beberapa kali anggota UGG Council secara otomatis mengangkat tangan pada saat Mr. Guy Martini selaku pimpinan sidang, menyebutkan nama usulan Unesco Global Geopark yang akan dibahas. Secara jujur, setiap anggota UGG Council langsung mengakui bahwa mereka memiliki konflik kepentingan terhadap usulan geopark tersebut. Contohnya, pada saat pembahasan dokumen usulan Geopark Yangan Tau dari Rusia, salah seorang anggota UGG Council dari Spanyol atas nama Ms. Helga Irina Chulepin Molina langsung mengangkat tangannya segera setelah pimpinan sidang menyebutkan nama usulan geopark yang akan di bahas. Demikian juga pada saat pembahasan Geopark Toba, tampak Mr. Guy Martini langsung keluar dari ruang sidang dan digantikan oleh anggota UGG yang lain. “ I have a conflict of Interest “ ucap setiap mereka meninggalkan ruangan.

Menjadi pelajaran berharga buat kita semua. Betapa seseorang secara jujur mengakui tentang “isi hatinya”, tentang subyektifitasnya, yang seharusnya hanya Tuhan dan orang itu yang tau bahwa dia “tidak bisa obyektif” menilai sebuah dokumen usulan. Hasil diskusi dengan beberapa diantaranya, alasan mereka tidak bisa obyektif adalah karena mereka pernah datang ke tempat yang dinilai, pernah dilayani dengan baik, pernah berinteraksi intensif dengan pihak pengusul dan atau pernah menjadi evaluator atas dokumen yang diusulkan.

Selain itu, setiap orang dengan terbuka menyatakan bahwa mereka setuju atau tidak setuju dengan pendapat orang lain. Tidak ada rasa sungkan walaupun kemudian yang dibantah pendapatnya adalah pimpinan sidang, dan pimpinannya pun tidak merasa keberatan dibantah dan didebat secara terbuka di depan forum. Beberapa kali peserta langsung mengakui bahwa mereka salah dan lemah argumentasinya, dan pengakuan itu disampaikan secara terbuka, di depan forum, di depan semua orang tanpa harus merasa takut kehilangan kehormatan. Hal ini tentu menjadi contoh yang baik bagi para observer, terutama yang berasal dari Indonesia dimana “rasa sungkan dan malu” menyampaikan pendapat masih menjadi kebiasaan yang berlaku secara umum. (fir/ram-TMC)